Hasan Shahih Sukses Dilaksanakan, HMPS Ilmu hadis UAD Harapkan Persaudaraan Terjalin

Sleman – Bidang Sumber Daya Mahasiswa (SDM) dan Kajian Strategis dan Kebijakan Publik (Kastrat) Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Hadis UAD mengadakan kegiatan “Hasan Shahih” (Hari Sarasehan dan Silaturrahmi Ilmu Hadis) untuk mahasiswa baru dengan tema “Hadirkan Kebersamaan, Hasilkan Persaudaraan”, kegiatan ini berlangsung di Desa Kelor, Sleman. Sabtu – Minggu (1-2/10/2022).

Hasan Shahih merupakan kegiatan rutin di setiap tahunnya, yang diselenggarakan oleh HMPS Ilmu Hadis yang diperuntukkan kepada mahasiswa baru untuk saling mengenal dan memperkuat ukhuwah antar sesama. Selain itu, acara ini bertujuan untuk memperkenalkan progam kerja yang ada di HMPS Ilmu Hadis sebagaimana yang disampaikan oleh ketua ketua panitia (Akbar Halim Faridho).

“Agenda kita kali ini merupakan salah satu agenda yang rutin kita laksanakan di setiap tahunnya sebagai langkah awal untuk membangun keakraban, baik itu keakraban sesama mahasiswa baru dan juga keakrabaan antara mahasiswa baru dengan pengurus HMPS Ilmu Hadis, untuk mahasiswa baru kami harapkan memanfaatkan momen ini untuk mengenal satu dengan lain sehingga tema kegiatan kita kali ini dapat terealisasi dengan baik, ” Ungkapnya.

Disisi lain, sebelum puncak pelaksanaan Hasan Shahih, kolaborasi bidang SDM dan Kastrat HMPS Ilmu Hadis melakukan agenda Masa Bimbingan (Mabim), Miftahul Aziz selaku koordinator Mabim memberikan motivasi kepada mahasiswa baru di agenda tersebut.

“Agenda Mabim ini dilaksanakan untuk mahasiswa baru dalam rangka memperkenalkan progam kerja apa saja yang ada di HMPS Ilmu Hadis serta menjelaskan managemen kepemimpinan dalam berorganisasi. Karena dalam berorganisasi itu sangat penting bagi kita semua karena seorang mahasiswa akan hampa atau kosong apabalia tidak mengikuti organisasi.” Ujarnya.

Kegiatan ini diikuti oleh 27 peserta mahasiswa baru. Terdapat beberapa rangkaian acara dalam Hasan Shahih seperti penyampaian materi dari demisioer Ketua HMPS Ilmu Hadis tahun 2021-2022 yaitu Naufal Abdul Aziz dan Muhammad Anja selaku ketua di periode 2020-2021 yang organisasi menjelaskan mahasiswa yang ada di kampus. Selain itu, terdapat pemilihan ketua angkatan mahasiswa baru. Puncak acara dari Hasan Shahih yaitu Hiburan pentas seni dan api unggun.

Selain itu, SDM dan Kastrat mengadakan outbond sekaligus menjadi agenda penutup dari perjalan acara ini kemudian dilanjutkan dengan foto bersama.

Reporter : Nabila zalva dan Luthfiah Fidaris

Penyunting : Dhiwa Adlani N

Hadirkan Guru Besar UIN Salatiga : Prodi Ilmu Hadis UAD Sukses Laksanakan Kuliah Umum

YOGYAKARTA, – Program Studi Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta laksanakan kuliah umum dengan Tema “Otoritas Hadis Menuju Masyarakat Islam Yang Berkemajuan”, kegiatan ini berlangsung di Amphitarium Lt. 9 Kampus 4 UAD. Sabtu, (23/07/2022).

Pelaksanaan kuliah umum kali ini berbeda dengan kuliah umum yang dilaksanakan sebelumnya sebagaimana yang disampaikan oleh Kaprodi Ilmu Hadis UAD (Jannatul Husna, Ph. D.) bahwa ada keistimewaan tersendiri pada kegiatan ini.

“Kuliah umum ini seharusnya dilaksanakan pada awal semester, dikarenakan suatu hal yang lain sehingga kegiatan ini baru terlaksana sekarang dan menjadi penutup kuliah di semester genap ini. Terlepas dari itu, suatu kesyukuran jga bagi prodi Ilmu Hadis yang melaksanakan kegiatan di ruang Amphitarium ini, biasanya sekelas Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan kegiatan tingkat Universitas yang melaksanakan kegiatan disini,” Ungkapnya.

Disisi lain, Dr. Nur Kholis, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Agama Islam UAD dalam sambutannya mengutip tentang ciri islam berkamajuan serta memberikan motivasi kepada seluruh peserta kuliah umum.

“Sebagaimana tema yang diangkat berkaitan dengan islam berkemajuan, setidaknya ada beberapa cirinya dalam islam berkemajuan diantaranya, prinsip tauhid, merujuk kepada Al-Quran dan hadis, terus menerus menghidupkan ijtihad dan tajdid, mengembangkan islam wasathiyah, dan meneguhkan islam rahmatan lil ‘alamin,” ujarnya.

Kegiatan ini mengahadirkan Guru Besar Ilmu Hadis UIN Salatiga yaitu Prof. Dr. Muhammad Irfan Helmy, Lc., M.A. sebagai Narasumber yang dihadiri oleh ratusan Mahasiswa dan beberapa Dosen-dosen Ilmu Hadis UAD.

Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Narasumber bahwa “kita dalam belajar dan mendalami Hadis ini sama dengan kita berinteraksi secara tidak langsung dengan Rasulullah SAW. karena kita akan mempelajari bagaimana keseharian beliau semasa hidup. Dengan cara itulah kita dapat mengupayakan perilaku kita sama dengan beliau walaupun endingnya tidak akan sama setidaknya kita berusaha untuk mencontoh perilakunya,” ungkapnya.

Pada kegiatan ini juga, Muh. Zidni Hudan Al-Wafa (Mahasiswa Ilmu Hadis UAD 2020) memberikan penampilan yang luar biasa dengan memainkan alat musik saksofon disela-sela kegiatan yang membuat para peserta kuliah umum terhibur dalam rangkaian acara hingga akhir.

Penulis : Ahmad Firdaus. M

Penyunting : Dhiwa Adlani. N

 

 

PUNCAK TSB (TEBAR SENYUM BERKAH); Divisi Pengabdian Masyarakat HMPS Ilmu Hadis UAD dan Relawan TSB Sambangi Kampung Pemulung Babarsari Sleman

Sleman – Divisi Pengabdian Masyarakat HMPS Ilmu Hadis bersama relawan TSB menyalurkan sembako program “Tebar Senyum Berkah” terakhir kepada masyarakat duafa di Kampung Pemulung Babarsari, Rabu (02/ 03).

Dalam persiapannya, tim PM HMPS ILHA UAD dan relawan TSB melakukan simposium singkat di area stasiun pengisian bahan bakar umum Ghratama. Rikha menjelaskan, TSB terakhir ini berada di Kampung Pemulung yang terletak di Babarsari Sleman sekaligus mengharapkan kerjasama dan kerja ikhlas dari tim beserta relawan TSB. Briefing diakhri dengan do’a bersama dilanjutkan dengan team stacking oleh seluruh tim dan relawan TSB.

Sebagai puncak dari program Divisi PM HMPS ILHA UAD, relawan TSB membagikan 25 paket sembako kepada 25 kepala keluarga yang merajut asa di sana. Rahman Al-Padli selaku koordinator lapangan mengatakan, dalam penyaluran sembako tersebut, tim PM HMPS ILHA UAD dan relawan TSB sudah terlebih dahulu meninjau lokasi untuk mendata dan memetakan kebutuhan warga Kampung Pemulung, sehingga bantuan yang akan disalurkan bernilai sama dan adil.

“Alhamdulillah, telah disalurkan sembako untuk warga Kampung Pemulung di daerah Babarsari Sleman. Prosesnya yaitu penyerahan sembako secara simbolis kepada pihak perwakilan Kampung yang sudah kami data sebelumnya. Disebut Tebar Senyum Berkah adalah agar siapa saja yang terlibat di dalam program ini mampu menebar senyum dan menghasilkan nilai barokah disetiap pergerakan dalam membangun perekonomian umat,” ungkap Rahman selepas pembagian sembako.

Diikuti oleh 20 orang relawan, TSB terakhir sekaligus menjadi puncak dari program kerja Divisi Pengabdian Masyarakat HMPS Ilmu Hadis UAD diharapkan menjadi langkah awal tuk bersama mengawal dan membantu masyarakat melankolis yang jauh dari kesejahteraan hidup menuju masyarakat madani yang makmur dan sejahtera.

Selepas pembagian sembako, tim dan relawan TSB melakukan foto bersama dengan warga perwakilan Kampung Pemulung; sekaligus menjadi akhir dari perjalanan tim dan relawan TSB pada kepengurusan periode ini.

Reporter: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Penyunting: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Kominfo HMPS Ilmu Hadis 2021/ 2022

Prodi Ilmu Hadis UAD Sukses Gelar Grand Opening MUMTASH VI Ilmu Hadis 2022 dan Webinar Internasional Milenial Islam Berdaya Karya

Program Studi (Prodi) Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan sukses menggelar Webinar Internasional “Milenial Islam Berdaya-Karya” yang digelar secara blended (offline dan online), Sabtu (5/2).

Webinar ini bertempat di Aula Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Kehadiran peserta offline didampingi panitia MUMTASH VI sehingga berjalan tertib dan khidmat serta disiplin protokol kesehatan ketat.

“Menciptakan pribadi milenial yang berdaya dan berkarya dalam masa pandemi merupakan suatu hal yang penting. Dengan hadirnya nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis, milenial mampu berdaya dan berkarya tanpa kehilangan arah tujuan, oleh karenanya MUMTASH VI 2022 hadir dan siap mencetak “Milenial” profesional berkontribusi,” ujar Ummi Solihah (perwakilan panitia MUMTASH VI 2022) dalam sambutannya.

Webinar yang mengangkat tema “Aktualisasi Nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis Mewujudkan Milenial Berdaya-karya” ini dihadiri oleh pejabat sivitas akademika Universitas Ahmad Dahlan; Wakil Rektor 1 Bidang AIK UAD, Wakil Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) UAD, juga Jannatul Husna selaku Kepala Program Studi Ilmu Hadis FAI UAD.

Acara diawali dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an oleh Ahmad Fajar Maulana dan Nurfitriningsih (mahasiswa Ilmu Hadis UAD) dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, Mars Muhammadiyah dan Mars UAD.

Dalam sesi sambutan, Arif Rahman (Wakil Dekan FAI UAD) menyampaikan betapa pentingya berlomba dalam kebaikan, fastabiqul khairat. Hal serupa juga digaungkan oleh Parjiman (Wakil Rektor 1 Bidang AIK UAD) dalam sambutannya, ” Acara ini sangat luar biasa. Di sini (MUMTASH VI 2022) dibangkitkan gairah untuk mendalami sumber utama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis”. “Selamat berkompetisi dan selamat bergabung, insyaallah anda akan mendapat ilmu yang luar biasa, karena ilmu langsung dari Allah Swt,” pesan Parjiman diakhir sambutannya.

Turut hadir pula Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis Indonesia (FKMTHI). Selain menjelaskan tentang ke -FKMTHI- an, Anas Munaji mengapresiasi atas terselenggaranya MUMTASH VI Ilmu Hadis UAD, ” Acara ini sangat luar biasa, di dalamnya diajarkan untuk menggali kompetensi dalam pengembangan literasi, pendalaman Al-Qur’an dan Hadis hingga teknologi yang menopangnya”.

Menandakan pembukaan resmi dari MUMTASH VI Ilmu Hadis 2022, pemukulan gong secara simbolis dilakukan oleh Parjiman selaku Wakil Rektor 1 Bidang AIK UAD ditemani oleh Wakil Dekan FAI dan Kaprodi Ilmu Hadis.

Webinar internasional yang diadakan 5 Februari 2022 melalui ruang virtual Zoom ini diikuti oleh lebih dari 160 orang yang hadir baik offline dan online. Peserta virutal dihadiri oleh pelajar, mahasiswa, maupun peserta umum.

Penyampaian materi yang disampaikan oleh Agus Purwanto (Guru Besar Fisika Teori Institut Sepuluh Nopember Surabaya) disambut antusias oleh para peserta dan banyak pertanyaan dalam sesi diskusi. Prof berpesan agar Generasi Milenial Muslim tidak hanya membahas halal haram atau surga neraka saja, melainkan mencontoh perjuangan Rasulullah saw dalam membawa Islam sebagai rahmatan lil alamin. Beliau juga menegaskan, pemuda Islam adalah pemuda yang memiliki mindset sebagai bangsa produsen. Bangsa yang eksis adalah bangsa yang menguasai sains, dimana sains berkaitan erat dengan Al-Qur’an dan Hadis.

Doa bersama yang dipimpin oleh Rahmadi (dosen Ilmu Hadis UAD) secara resmi mengakhiri rentetan agenda webinar internasional kali ini.

Reporter: Irvan Chaniago

Penyunting: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Kominfo HMPS Ilmu Hadis UAD 2021/ 2022

Divisi Pengabdian Masyarakat HMPS Ilmu Hadis UAD Sukses Gelar Pelatihan Mengajar Iqra` Metode Amaba

Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan sukses menggelar Pelatihan Mengajar Iqra` Metode Amaba, Ahad (09/01).

Dalam pelatihannya, Divisi Pengabdian Masyarakat HMPS Ilmu Hadis UAD mengusung tema dengan mahasiswa dan masyarakat umum menjadi sasaran utama. Pelatihan kali ini bisa dikatakan unik selain daripada diajarkan bagaimana cara untuk menghadapi anak disibilitas yang baik dan benar, metode ataupun cara yang diadopsi pun terlihat menarik karena dibuat  khusus bagi anak penyandang disibilitas/ memiliki kebutuhan khusus.

Pelatihan yang dibawakan langsung oleh Ibu Purwanti S.Pd  ini diadakan secara offline di gedung utama kampus empat UAD. Ibu Purwanti yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah Yayasan Islam Qotrunnada turut menyambut positif pelatihan ini dengan ramah. Bagi para peserta, kemegahan kampus empat UAD bukanlah hambatan berarti bagi peserta untuk hadir tepat waktu pada pelatihan ini.

 

Yang membuat acara ini berkesan di hati para peserta adalah di saat sang pemateri berjerih payah memperjuangkan hadirnya Iqra` metode amaba. Dibutuhkan konsultasi khusus dari beberapa lembaga dalam penyusunannya pun harus hati-hati karena cetakan dan penyusuan yang berbeda dengan Iqra pada umumnya. Namun, seiring berjalannya waktu,  yayasan Islam Qotrunnada dapat menerbitkan Iqra metode amaba jilid 1, 2, 3 yang disetiap jilidnya mempunyai konsep berbeda beda. Yang lebih penting, effort dan pengetahuan luas sangat penting demi kesuksesan pengajaran Iqra bagi anak-anak penyandang disabilitas.

“Lebih baik mana, membawa anak ke Islam atau Kristen ? ,” tanya Ibu Purwanti  kepada para peserta.  Tak lain dan tak bukan, maksud pertanyaan Ibu Purwanti adalah untuk mengajak peserta pelatihan turut andil dalam membersamai anak-anak “istimewa” dengan ilmu sekaligus mengajarkan syiar agama terhadap mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Karena kunci mereka yaitu kita. Semakin kita mendekat ke mereka, semakin paham pula mereka terhadap kita. Di Yayasan juga diajarkan akan pentingnya sholat.

Disela penjelasan Ibu Purwanti tentang metode amaba, beliau membagikan sebait cerita. Kala itu, beliau nampak heran dengan apa saja barang yang akan dibawa sang anak ketika safar, curiga karena terlampau penuh, ketika itu juga barang-barang diperiksa dan menjumpai sesuatu yang mulia, ternyata Al Qur’an dan alat sholat. Hal ini pastinya menyadarkan kita bahwa kewajiban itu  penting.

Acara ini berakhir dengan penyerahan kenang-kenangan, dilanjutkan dengan sesi foto bersama dan penyerahan hadiah kepada peserta teladan.

Reporter: Divisi Pengabdian Masyarakat HMPS Ilmu Hadis UAD

Penyunting: Ahmad Amiruddi Priyatmaja

Kominfo HMPS Ilmu Hadis UAD 2021/ 2022

Bingung Mencari Biografi Perawi Hadis?. Cek Di sini!

Bagi sebagian mahasiswa yang menggeluti studi hadis, ketika dihadapkan dengan tugas untuk mencari biografi para perawi hadis, pasti langsung terbayang dengan kitab-kitab tebal berbahasa Arab yang berisi biografi para perawi hadis. Baik itu kitab Tahżīb al-Kamāl, Tahżīb at-Tahżīb, Siyar al-A‛lam, serta kitab-kitab ‘gosip’ lainnya. Penulis menggunakan istilah ‘gosip’ terhadap kitab-kitab tersebut karena memang dalam kitab-kitab tersebut mendeskripsikan ke-jarhan (cacat) dan ke-ta‛dilan (pandangan baik) para perawi hadis.

Dalam artikel ini, setidaknya butuh beberapa alat dan bahan untuk mencari biografi perawi hadis dengan praktis.

Alat:

1. Laptop, semua jenis laptop yang mampu mendukung kinerja aplikasi Maktabah Syamilah dengan baik

2. Syamila; Maktabah Syamilah versi 3.64, dengan tampilan yang nyaman dipandang dan kitab lebih lengkap.

Berikut  tampilannya:

Bahan:

Materi hadis yang akan dicari perawinya.

Setelah setidaknya tiga hal di atas terpenuhi, maka langkah selanjutnya ialah eksekusi.

Untuk contoh kali ni, penulis akan mengambil hadis tentang ‘Pelakor’.

Begini redaksi hadisnya beserta sanadnya:

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو الجواب ثنا عمار بن زريق عن عبد الله بن عيسى عن عكرمة عن يحيى بن يعمر عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من خبب خادما على أهلها فليس منا ومن أفسد امرأة على زوجها فليس هو منا

Terjemah hadis:

Telah menceritakan kepada kami ‛Abdullāh telah menceritakan kepadaku ayahku telah menceritakan kepada kami Abū al-Jawwāb telah menceritakan kepada kami ‛Ammār Ibn Razīq dari ‛Abdullāh Ibn ‛Īsa dari ‛Ikrimah dari Yahya Ibn Ya‛mar dari Abī Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa merusak seorang pembantu atas hak tuannya maka ia bukan dari golongan kami, dan barangsiapa merusak seorang perempuan atas hak suaminya maka ia bukan dari golongan kami. (HR Ahmad No. 9146).

Kata bergaris bawah satu di atas merupakan nama-nama perawi hadis. Penulis akan mengambi sampel perawi Yahya Ibn Ya‛mar.

Menggunakan aplikasi Maktabah Syamila yang sudah terinstal di laptop, kemudian lakukan langkah-langkah berikut ini:

Langkah pertama, klik tanda teropong di aplikasi;

Langkah kedua, ketik nama perawi;

Langkah ketiga, pilih jenis kitab ar-Rijāl wa at-Tarājim wa aabaqāt الرجال والتراجم والطباقات

Langkah keempat, pilih kitab Tahżīb al-Kamāl (تهذيب الكمال) dan Siyar al-A‛lam (سير الأعلام) kemudian klik teropong (enter).

Maka setelah itu akan didapati tampilan sebagai berikut:

Rahasia praktisnya ialah bahwa Tahżīb al-Kamāl (تهذيب الكمال) dan Siyar al-A‛lam (سير الأعلام) dalam aplikasi Maktabah Syamila versi 3.64 sama dengan kitab asli .pdfnya (bisa diunduh di waqfeya.com). Jadi, sudah bisa digunakan sebagai rujukan dan kutipan. Selain itu, cara praktisnya adalah kaidah penulisan dalam dua kitab tersebut. Secara umum kaidah penulisannya sebagai berikut:

Pertama, bagian awal merupakan nama lengkap, kuniyah, guru, dan murid;

Kedua, bagian akhir merupakan tahun wafat; dan

Ketiga, bagian sebelum akhir merupakan komentar ulama terhadap perawi tersebut.

Untuk lebih jelasnya akan penulis tampilkan biografi dari Yahya Ibn Ya‛mar.

Melalui Maktabah Syamila, didapati Yahya Ibn Ya‛mar terdapat dalam kitab Siyar al-A‛lam jilid 4 halaman 441.

Atau dalam kitab .pdf seperti ini:

Maka, pada bagian awal disebutkan bahwa nama lengkapnya ialah Yahya Ibn Ya‛mar Abū Sulaimān, dst.

Selanjutnya disebutkan guru dan muridnya (ia meriwayatkan dari siapa dan siapa yang meriwayatan hadis darinya).

(Haddaa ‛an) Ia meriwayatkan hadis dari: Abī Żar al-Ghifariy, dll.

(Haddaa ‛anhu) yang meriwayatkan hadis darinya: ‛Abdullāh Ibn Barīdah, dll.

Atau dalam kitab .pdf seperti ini:

Selanjutnya pada bagian akhir disebutkan wafatnya Yahya Ibn Ya‛mar terdapat dalam kitab Siyar al-A‛lam jilid 4 halaman 443.

Disebutkan bahwa Yahya Ibn Ya‛mar wafat sebelum tahun 90 H.

Atau dalam kitab .pdf seperti ini:

Dan pada bagian sebelum akhir disebutkan komentar mengenai Yahya Ibn Ya‛mar terdapat dalam kitab Tahżīb al-Kamāl jilid 32 halaman 54.

Atau dalam kitab .pdf seperti ini:

Sehingga dalam penulisan biografi perawi dapat ditulis sebagai berikut:

Yahya Ibn Ya‛mar

Nama lengkapnya ialah Yahya Ibn Ya‛mar Abū Sulaimān. Ia meriwayatkan hadis dari: Abī Żar al-Ghifariy, dll., sedangkan yang meriwayatkan hadis darinya: ‛Abdullāh Ibn Barīdah, dll. Yahya Ibn Ya‛mar wafat sebelum tahun 90 H. Abū Ḥātim, Abū Zur‛ah, dan an-Nasā’i mengatakan bahwa ia iqah.

Dalam praktiknya, tentu tidak semudah yang penulis contohkan. Tetapi, tahapan dan kaidah yang penulis sebutkan di atas insyallāh akan sangat membantu dalam pencarian biografi perawi hadis.

Penulis: Fadhil Iqbal S.Ag

Kominfo HMPS Ilmu Hadis UAD 2021/ 2022

Webinar Literasi Divisi Litbang HMPS Ilmu Hadis UAD: Pentingnya Publikasi dan Pemahaman Standar Karya Tulis

Yogyakarta –  Kegiatan webinar dengan tema “Publikasi Karya Tulis dan Standar Kepenulisan di Tingkat Perlombaan” sukes digelar pagi hari tadi (07/01). Dalam webinarnya, Fadhil Iqbal  yang diundang sebagai narasumber pada webinar tersebut menjelaskan tentang perbedaan jenis setiap karya tulis seperti esai, karya tulis ilmiah, dan artikel jurnal. Kak Fadhil sapaan akrabnya, selagi menjelaskan perbedaan jenis karya tulis secara terperinci, beliau juga memberikan contoh nyata dalam membedakan setiap jenis karya tulis dengan mudah dalam webinar tersebut.

Beliau juga memaparkan beberapa poin penting dalam standar kepenulisan lomba karya tulis. Di antara hal yang menjadi perhatian penuh dari penjelasan kak Fadhil adalah perihal plagiasi. Disampaikan dalam webinarnya, perbuatan plagiasi bagi seorang penulis adalah dosa besar yang menunjukkan ketidakpercayaan atas kemampuannya dalam berkarya. Guna menggugah minat dan semangat literasi pembaca, hal yang perlu diperhatikan penulis dalam menulis setiap jenis karya tulis adalah dengan menabur bumbu-bumbu seperti penulisan judul yang unik, informatif, dan terkini.

Di akhir acara, kak Fadhil memberikan closing statement yang berisikan ajakan dan motivasi bagi peserta webinar agar senantiasa mencoba dan berani bergabung dalam setiap kesempatan atau lomba-lomba kepenulisan ilmiah.

Reporter: Divisi Litbang HMPS Ilmu Hadis UAD

Penyunting: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Kominfo HMPS Ilmu Hadis UAD 2021/ 2022

HUKUM MENUNDA PEMBAYARAN UTANG BAGI ORANG YANG MEMILIKI HARTA DAN FENOMENA PENGALIHAN UTANG

Umat manusia dalam bersosialisasi pada dasarnya selalu menginginkan hubungan yang baik dan penuh manfaat. Dalam islam hal ini biasa disebut dengan muamalah yang merupakan aturan atau hukum Allah SWT yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia. muamalah berasal dari bahasa arab yaitu “al-Mu’aamalah” artinya saling bertindak, saling berbuat, saling beramal. Idris Ahmad mendefenisikan muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahannya mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. Sedangkan menurut Muhammad Yusuf Musa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. jadi muamalah adalah praturan hukum Allah yang ditujukan untuk mengatur urusan kehidupan manusia yang berkaitan dengan duniawi dan sosial kemasyarakata. Jenis-jenis muamalah sangat banyak dibagi oleh para ulama salah satunya yang dibahas oleh penulis adalah kesempatan ini ialah yang berkaitan dengan fenomena utang-piutang dikalangan masyarakat.

Utang-piutang secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai (uang) yang dipinjam dari dan yang dipinjamkan kepada orang lain. Utang-piutang di Indonesia seringkali disebut pinjaman meminjam. Jadi utang-piutang adalah suatu akad (pinjam) di mana seseorang memberikan sesuatu (baik berupa uang maupun barang) kepada orang lain dengan ketentuan bahwa orang tersebut akan membayar kembali dengan nilai yang sama setelah mempunyai kemampuan untuk itu. Dasar hukum utang-piutang termasuk akad “Tabarru” (suka rela) yaitu tanpa imbalan. Akad ini semata untuk saling menolong sesama ummat manusia yang membutuhkan dan sekaligus sarana untuk takarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Perkara ini juga merupakan suatu anjuran dari Rasulullah yang banyak disinggung dalam hadis. salah satunya ialah riwayat Ibnu Majah: Tidaklah seorang Muslim memberi pinjaman kepada Muslim lain dua kali, kecuali seperti dengan bersedekah satu kali.”

Memberikan pinjaman atau utang merupakan perbuatan terpuji, karena dengan demikian mampu meringankan beban orang lain. banyak juga hadis rasulullah yang mengungkapkan keutamaan-keutamaan memberikan pinjaman. Akan tetapi di sisi lain bagi orang yang meminjam atau berutang memiliki tanggungan yang wajib ia tunaikan. Ancaman bagi yang tidak melunasi utangnya juga sangat besar hingga dikategorikan sebagai perbuatan dosa jika tidak dapat melunasi utangnya. Rasullullah ketika menshalatkan jenazah, terlebih dahulu menanyakan utang jenasah tersebut. Jika memiliki utang terkdang Rasullah enggan menshalatkannya terkecuali jika ada yang ingin menanggung utang orang tersebut setelahnya. Ini menandakan berutang bukanlah suatu hal yang mesti untuk disepelehkan.

Fenomena-fonomena utang piutang dikalangan masyarakat sangat banyak. Salah satunya yang penulis angkat kali ini adalah dimana seseorang yang berutang namun memiliki harta tapi masih menunda-nunda pembayaran utangnnya. Ini merupakan perbuatan sepeleh akan tetapi termasuk perkara yang besar dalam agama. begitu pula dengan fenomena pengalihan tanggungan utang kepada orang lain, dimana seseorang yang memiliki utang memindahkan utangnya kepada orang yang telah berutang padanya. Maka persoalan di atas dapat dikembalikan dalam persoalan muamalah. Kita dapat kembali merujuk kepada penjelasan para ulama dalam menjelaskan hadis-hadis Rasulullah yang berkaitan pada persoalan ini, yakni pada hadis riwayat Bukhari:

            عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، وَمَنْ أُتْبِعَ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “membayar utang bagi orang kaya adalah kezhaliman dan apabila seorang dari kalian utangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.”

Imam Nawawi menjelaskan dalam Minhaj Syarah Muslim bahwa Imam al-Qadhi mengatakan: kata Mathlu (menunda pembayaran) maksudnya enggan melunasi utang yang telah ditentukan. Maka menunda pelunasan utang bagi orang kaya atau memiliki harta untuk melunasi utangnya adalah kezhaliman yang dilarang. Sementara penguluran waktu pembayaran bagi orang yang tidak berkecukupan bukanlah suatu kezhaliman dan tidak dilarang. Berdasarkan makna yang dipahami hadis tersebut

bahwa hal tersebut dapat dimaklumi. Said Yai bin Imanul Huda dari hadis ini menjelaskan bahwa berutang diperbolehkan. Akan tetapi orang yang berutang harus benar-benar meniatkan untuk mengembalikan utang tersebut, karena jika memiliki harta tetapi enggan membayarnya maka hal tersebut termasuk kezhaliman terhadap orang yang mengutanginya. Maksud kezhaliman pada hadis di atas adalah dosa.

Adapun persoalan pengalihan utang pada dasarnya dari hadis di atas merupan suatu hal yang diperbolehkan, bahkan bagi orang yang dialihkan dianjurkan untuk menerima jika ia seorang yang kaya. Imam Nawa menjelaskan hadis di atas “apabila seorang dari kalian utangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.Maksudnya adalah hendaklah orang yang kaya menerima pengalihan itu. Dalam suatu perkataan dikatakan “aku meminta pertolongan seseorang dalam hakku.” Kata serupa juga dalam firman Allah:

          ثُمَّ لَا تَجِدُواْ لَكُمۡ عَلَيۡنَا بِهِۦ تَبِيعا

 Artinya: “kemudian kamu tidak akan mendapatkan seseorang penolong pun dalam menghadapi siksaan kami” (QS. Al-Israa’: 69)

Menurut mayoritas ulama, jika pengalihan utang dialihkan kepada orang yang berkecukupan maka pihak yang dialihkan dianjurkan untuk menerimanya. Sebagian ulama mengatakan hal itu mubah atau boleh bukan anjuran. Sebagian pula mengatakan hukumnya wajib berdasarkan perintah yang jelas dalam hadis di atas.

Ibnu Hajar al-Aqalani menjelaskan hadis yang semakna dengan hadis ini pada bab tentang Hawalah dalam kitab Fath al-Bari bahwa memang terkadang orang yang dialihkan utang kepadanya lebih muda melunasi utang tersebut kepada orang yang berutang. Maka sikap pemberi utang yang menerima pengalihan utang telah menolong orang yang berutang dengan cara menghindarkannya dari perbuatan zhalim. Akan tetapi terkadang pula orang yang dialihkan utang dalam keadaan bangkrut atau pailit, maka pemberi utang boleh menagih kembali orang yang mengalihkan utang tersebut. Al-Hakim mengatakan bahwa pemberi utang tidak berhak menagih kepada orang yang berutang kecuali apabila orang yang dialihkan utang kepadanya meninggal dunia. Menurut Imam Abu Hanifah, pemberi utang boleh menagih kembali kepada orang yang

berutang secara mutlak apabila orang yang dialihkan utang kepadanya mengalami pailit, baik dia masih hidup maupun meninggal dunia. Imam Malik juga mengatakan demikian bahwa tidak boleh mengih utang kepada yang dialihkan apabila sedang dalam keadaan pailit.

Pada kesimpulannya, utang-piutang merupakan hal yang diperbolehkan dan termasuk pada akad Tabarru (suka rela). Akan tetapi permasalahan seperti menunda pembayaran utang bagi seseorang yang memiki harta atau kemampuan untuk melunasinya merupakan kezhaliman. Sebagian ulama mengatakan hal itu adalah dosa dan sebagian lain mengatakan itu perbuatan fasiq. Adapun pengalihan utang juga merupakan suatu hal yang mubah atau bahkan menjadi anjuran bagi orang yang memiliki harta atau kemampuan. Terkecuali jika orang yang dialihkan utang telah pailit atau meninggal dunia, maka jumhur ulama membolehkan secara mutlak kembali menagih kepada orang yang berutang.

Daftar Pustaka

Dr. rachmad Syafe’i. 2021.  Fiqih Muamalah. Cetakan 4. Bandung. Putaka Setia.

Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Dar risalah al-Alamiyah. (3/500) no 2431

Muchlis, Wardi. 1995. Utang Piutang. Al-Qalam. Hlm 44

An-Nawawi. Al-Minhaj Syarah muslim (Terjemahan). Darus Sunnah. Jakarta. Jilid 7 hlm 702.

Said Yai bin Imanul Huda. 2017. Mudah menghafal serratus hadis. Darus Sunnah. Jakarta. Hlm 134.

al-Atsqalani, Ibnu Hajar. Fathul bari bi Syarh Shahih al-Bukhari. Dar Thaibiyah. Jilid 6 hlm 6.

Ibnu Hajar al-Atsqalani. Fathul bari bi Syarh Shahih al-Bukhari. Jilid 6 hlm 6.

Oleh: Yahya Muhaimin Nur (Mahasiswa Ilmu Hadis UAD Angkatan 2019)

Ta῾āwun di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 menyisakan banyak kesan dan pesan baik dari sisi materil maupun moril. Dampak tersebut bukan hanya dari sisi kesehatan, melainkan juga dari sisi ekonomi, pendidikan, sosial, dan agama. Dalam pembahasan ini penulis menguraikan hadis kepedulian sosial (ta῾āwun) yang dapat dijadikan spirit dalam menjalankan perintah Allah swt untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Sebagaimana dalam firman-Nya:

…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, serta jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-Maidah: 2)

Dalam tafsir Jalālain, disebutkan bahwa kata ta῾āwun terhadap kebaikan diarahkan secara global. Artinya setiap tolong-menolong dalam kebaikan maka itu termasuk dalam anjuran kepedulian sosial. Dalam surat edaran PP Muhammadiyah No. 05/EDR/1.0/E/2021 tentang imbauan perhatian, kewaspadaan, dan penanganan Covid-19, serta persiapan menghadapi Idul dha 1442 H/2021 M dalam poin kedelapan disebutkan bahwa warga Muhammadiyah diminta agar menggalakkan sikap berbuat baik (ihsan) dan saling menolong (ta῾āwun) di antara warga masyarakat, terutama terhadap kelompok rentan.

Oleh sebab itu, perintah Allah swt untuk tolong-menolong dalam kebaikan, imbauan dari PP Muhammadiyah dijadikan dasar serta spirit untuk ta῾āwun. Selanjutnya, spirit hadis yang dapat diambil hikmah dan diamalkan ialah hadis tentang kepedulian sosial (ta῾āwun).

Berikut hadis lengkap tentang kepedulian sosial (ta῾āwun) yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud dalam Kitāb Al-Adab Bāb fī Al-Ma῾ūnah lil Muslimin:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ وَعُثْمَانُ ابْنَا أَبِى شَيْبَةَ – الْمَعْنَى قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ قَالَ عُثْمَانُ وَجَرِيرٌ الرَّازِىُّ ح وَحَدَّثَنَا وَاصِلُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِى صَالِحٍ – وَقَالَ وَاصِلٌ قَالَ حُدِّثْتُ عَنْ أَبِى صَالِحٍ ثُمَّ اتَّفَقُوا – عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ – وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ

Arti matan hadis:

“Barangsiapa yang melepaskan kesusahan seseorang di dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Barangsiapa yang memberi kelonggaran kepada orang yang susah, maka allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seseorang maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.Allah selamanya menolong hambaNya, selama hambaNya menolong saudaranya.

Berdasarkan hadis tersebut, setidaknya terdapat empat poin penting tentang kepedulian sosial (ta῾āwun).

1. Melepaskan berbagai kesusahan orang lain

Melepaskan berbagai kesusahan orang lain memiliki makna yang luas. Artinya bergantung pada kesusahan yang diderita oleh orang tersebut. Jika ada orang yang susah dan kemudian posisi kita sebagai orag yang berkecukupan, maka bantulah mereka dengan memberikan pekerjaan atau bantuan dana sesuai kemampuan. Jika saudaranya sakit, maka bantulah dengan memanggilkan dokter, menyarankan obat, memberikan semangat, dan mendoakan orang tersebut. Jika saudaranya terlilit hutang, maka bantulah dengan memberikan jalan keluar agar utangnya cepat dapat dilunasi, walaupun hanya sekedar memberkan arahan solusi agar hutangnya dapat dibayarnya.

Seorang muslim yang membantu orang lain juga meringankan orang lain artinya ia telah menolong hamba Allah swt. Perbuatan tersebut sangat terpuji dan Allah menyukai orang-orang yang membantu orang lain. Begitu pula orang yang dapat membantu orang lain ketika menerima musibah dan cobaan, maka ia akan mendapatkan pahala dari Allah swt, juga mendapatkan pertolongan Allah baik di dunia maupun di akhirat. Maka berbahagialah bagi setiap orang yang bersedia untuk membantu meringankan beban orang lain.

2. Melonggarkan kesusahan orang lain

Terkadang, suatu masalah sangat sulit untuk diatasi atau diseelesaikan oleh yang bersangkutan.terhadap seseorang seperti itu, hendaklah seorang muslim melonggarkan atau memberikan saran solusi sebagai jalan keluar dari masalahnya itu. Artinya, sebatas kemampuan melonggarkan kesusahan dan musibah orang lain sangat berarti jika memang dalam kodisi yang terpuruk. Jika tidak memiliki saran atau jalan keluar bagi saudara yang kesulitan, maka doakanlah agar diberikan jalan keluar dan diberikan pertolongan Allah swt, termasuk doa yang bagus ialah jika mendoakan orang lain tetapi ia tidak mengetahuinya.

3. Menutup aib seorang mukmin serta menjaga orang lain berbuat dosa

Menjaga atau menutupi aib orang lain sama dengan menjaga kehormatan orang tersebut. Jika seorang muslim mengetahui rahasia atau aib saudaranya, maka ia harus menjaganya terlebih jika orang tersebut tidak senang jika aibnaya diketahui. Tetapi, jika berkaitan dengan kejahatan maka tidak boleh menutupinya. Artinya jika kita menutupi kejahatan seseorang maka itu sama dengan larangan untuk saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang penulis telah paparkan di atas. Menutupi aib serta menjaga orang lain berbuat dosa menjadi kebaikan terhadap pribadi seorang muslim sehingga Allah pun menutupi aibnya dan mencegahnya dari perbuatan dosa.

4. Allah akan menolong hamba-Nya selagi hambanya menolong saudaranya

Sebenarnya, menolong orang lain pada hakikatnya menjadi feedback terhadap diri sendiri. Hal tersebut karena Allah swt akan menolongnya karena ia telah menolong hamba-Nya. Seseorang yang membantu orang lain dengan materi, sepatutnya tidak merasa khawatir miskin atau merasa kurang. Karena pada dasarnya segala sesuatu yang ia miliki adalah kepunyaan Allah swt. Jika Allah hendak mengambilnya, maka habislah harta itu, sebaliknya jika Allah ingin tambah dapat melalui pelbagai jalan yang tidak disangka-sangka.

Ta῾āwun di Masa Pandemi Covid-19

Melalui spirit dari hadis kepedulian sosial (ta῾āwun), seyogyanya sebagai seorang muslim dapat lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan terhadap info bencana yang diterima. Jika pandemi Covid-19 menyisakan kurangnya pendidikan terhadap anak, maka bukalah ruang untuk belajar dan mengajarkan agar ilmu dapat diserap dengan baik. Jika dari sisi ekonomi banyak pengangguran dan sulitnya pekerjaan, rekrutlah tim untuk membantu dan memberikan solusi terbaik. Jika membantu dengan mengantarkan sembako itu bagus, lebih bagus lagi jika memberikan solusi agar dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan kembali.

Daftar Pustaka

al-Maḥalli, Muhammad Ibn Ahmad dan ῾Abdurraḥmān Ibn Abū Bakr as-Suyūṭi. 2007. Tafsīr al-Jalālain. Surabaya: Al-Haramain.

Edaran PP Pusat Muhammadiyah No. 05/EDR/1.0/E/2021 tentang imbauan perhatian, kewaspadaan, dan penanganan Covid-19, serta persiapan menghadapi Idul dha 1442 H/2021 M

Sulaiman ibn Al-Asy῾aṡ, Abī Dāwud . 2009. Sunan Abī Dāwud. Beirut: Dār ar-Risālah al-῾Alamiah.

Syafe῾i, Rahmat. 2000. Al-Hadis: Aqidah, Akhlak, Sosial, Hukum. Jakarta: Pustaka Setia.

Oleh: Muhammad Andriatno (Mahasiswa Ilmu Hadis UAD Angkatan 2018)

Hadis-Hadis tentang Implikasi Riba dalam Kehidupan

Islam adalah agama yang syumūl dan kāmil. Secara garis besar dalam Islam mencakup tiga ruang lingkup pembahasan, yaitu aqidah, ibadah, dan muamalah. Pertama, aqidah. Aqidah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan (iman), termasuk di dalamnya tauhid (pengesaan terhadap Allah swt) dan keyakinan terhadap hal-hal yang sifatnya batiniyah (tidak kasat mata), seperti keyakinan terhadap surga dan neraka, malaikat, jin, dan sebagainya. Kedua, Ibadah. Ibadah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peribadatan atau penghambaan diri dari seorang hamba kepada sang pencipta, Allah swt. Ibadah terbagi dalam dua jenis; ibadah mahdah (ibadah yang telah diatur waktu dan tata cara pelaksanaannya) dan ibadah ghair mahdah (ibadah yang tidak diatur secara khusus waktu dan tata cara pelaksanaannya).

Ketiga, muamalah. Muamalah berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain, atau seseorang dengan lingkungan di sekitarnya. Di antara contoh perkara muamalah adalah jual-beli, al-Qard (utang-piutang), ‘ariyah (pinjam-meminjam), sewa-menyewa, gadai, syirkah (kerja sama/serikat), dan yang lainnya. Di antara contoh-contoh muamalah tersebut ada yang memiliki potensi terjadinya riba. Lalu, apakah riba itu dan bagaimana implikasinya terhadap kehidupan?

Definisi dan Hukum Riba

Secara etimologi riba bermakna azziyādah (tambahan) dan al-Faḍl (kelebihan) (Ahmad Warson Munawwir, 1997). Sedangkan secara terminologi riba memiliki dua pengertian; pengertian yang bersifat khusus dan umum. Adapun pengertian secara khusus riba adalah tambahan yang disyaratkan sebagai kompensasi dari pembayaran qarḍ (utang) yang melebihi batas waktunya, yaitu setiap kali adanya penangguhan atau keterlambatan dalam pembayaran, maka akan dikenakan biaya tambahan. Adapun pengertian secara umum riba adalah segala bentuk tambahan yang terjadi dalam transaksi utang-piutang dan jual-beli, yakni jual-beli yang bersifat fāsid dan dilarang oleh syara’. Ini sebagaimana yang disebutkan oleh as-Sarkhasi, Ibnu Hajar al-Asqalani, Ibnu Rusyd, dan selainnya (Nazih Hammad, 2008). Menurut as-Sayyid Sābiq riba adalah tambahan atas harta yang pokok (As-Sayyid Sabiq, 2004).

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwasannya riba adalah biaya tambahan yang disyaratkan saat pengembalian harta pokok dan biaya tambahan yang dibebankan sebab keterlambatan dalam pengembalian atau sebab adanya permintaan penangguhan dalam pembayaran. Jika dilihat secara teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal dengan cara yang batil.

Adapun hukum riba adalah haram. Tidak ada ikhtilaf di kalangan ulama terkait dengan keharaman riba. Ini didasarkan pada al-Qur’an dan hadis yang melarang perbuatan riba.

ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Artinya: Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. al-Baqarah: 275)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ۝ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok harta kamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS. al-Baqarah: 278-279)

عَنْ جَابِرٍ ، قَالَ : لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ

Artinya: Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: “Rasulullah saw  melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya. Rasulullah SAW mengatakan, ‘mereka itu sama. (HR. Muslim no. 1598)

Jenis dan Contoh Riba

Riba secara umum terbagi dalam dua jenis, yaitu riba Nasi’ah dan riba Faḍl. Pertama, riba Nasi’ah. Wahbah az-Zuhaili menyebutkan bahwa riba Nasi’ah didefinisikan oleh ulama Hanafiyah sebagai penambahan waktu penyerahan barang, dan penambahan barang pada utang dalam penukaran dua barang berbeda jenis yang ditakar atau ditimbang, atau dua barang sejenis meskipun bukan barang yang ditakar atau ditimbang (Wahbah az-Zuhaili, 1985). Riba Nasi’ah juga berarti tambahan yang disyaratkan dan diambil oleh orang yang memberi pinjaman dari orang yang meminjam sebagai kompensasi atas adanya penangguhan waktu (As-Sayyid Sabiq, 2004).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ يَقُولُ : حَدَّثَنِي أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا رِبَا إِلَّا فِي النَّسِيئَةِ

Artinya: Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Usamah ibn Zaid telah bercerita padaku bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada riba kecuali pada riba Nasi’ah.” (HR. al-Bukhari no. 2178, Muslim no. 1596, an-Nasa’i no. 4580, Ibnu Majah no. 2257)

Kedua, riba Faḍl. Para fuqaha Hanafiyah mengartikan riba faḍl sebagai tambahan pada harta dalam akad jual beli sesuai ukuran syariat (yaitu takaran atau timbangan) jika barang yang ditukar sama (Wahbah az-Zuhaili, 1985). Riba Faḍl juga berarti jual beli uang dengan uang atau makanan dengan makanan disertai dengan tambahan. Hal ini haram berdasarkan Sunnah Rasulullah saw dan ijma’, karena rnerupakan sarana yang akan mengantarkan pada riba nasi’ah. Dalam hal ini, penggunaan kata riba sebagai bentuk majaz sama halnya dengan penvebutan suatu sebab yang digunakan untuk menunjuk pada akibat (As-Sayyid Sabiq, 2004).

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Artinya: Dari Ubadah ibn Shamit (diriwayatkan bahwa) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Emas dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam harus dengan jumlah yang sama dan dari tangan ke tangan (cash). Apabila terdapat perbedaan dalam hal macamnya, maka juallah terlebih dahulu lalu bayarlah (pertukaran tersebut) dengan cash (hasil dari penjualan tersebugt).”(HR. Muslim no. 1587)

Menurut sebagian ulama, riba itu terbagi menjadi empat macam, yaitu riba faḍl, riba Qarḍ, riba Yad, dan riba Nasa’i (Syaikhu, dkk, 2020). Pertama, riba Faḍl, yaitu (menukarkan dua barang yang sejenis dengan tidak sama jumlahnya), Riba Faḍl terdapat dalam bentuk transaksi yang dilakukan melalui serah-terima secara langsung (dari tangan ke tangan), di sini terjadi kelebihan atau tambahan terhadap nilai tukar salah satu komoditi yang mestinya termasuk dalam jenis yang sama dan keduanya memiliki nilai tukar yang sama.

Kedua, riba Qarḍ (riba jahiliyah/riba Nasiah). Maknanya adalah riba yang terjadi pada transaksi utang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko, dan hasil usaha muncul bersama biaya. Transaksi ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban hanya karena berjalannya waktu. Riba Qarḍ adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtariḍ). Riba Jahiliyah yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang telah ditetapkan.

Ketiga, riba Yad. Bercerai (berpisah) dari tempat akad sebelum dilakukannya proses timbang terima, yaitu menjual dengan pembayaran barang yang sejenis, tetapi tidak secara kontan. Keempat, riba Nasa’i, yaitu pertukaran (barang) yang disyaratkan terlambat (untuk menyerahkan) salah satu dari dua barang (keterlambatan tersebut nanti harus disertai dengan tambahan).

Kemudian, contoh riba Nasi’ah atau riba Qarḍ. Misalnya, seseorang memberi pinjaman uang sebesar Rp. 500.000,00. dengan syarat pengembaliannya kelak ditambahkan 10% dari pokok pinjaman. Tambahan 10% dari pokok adalah riba karena tidak tamāṡul (sama).

Adapun contoh riba Faḍl, misalnya seseorang menukar empat liter beras Dolog/Bulog (jenis lain) dengan dua liter beras Rojolele. Pertukaran tersebut termasuk riba. Sebab, beras dengan beras adalah sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah satunya. Jalan tengahnya adalah lima liter beras Dolog dijual terlebih dahulu, kemudian hasil penjualannya dibelikan beras Rojolele. Contoh kedua, menukar 10 gram emas 24 karat dengan 5 gram emas 22 karat. Ini termasuk riba, karena nilainya (harganya) berbeda. Atau menukar 10 gram emas 22 karat dengan 20 gram emas 12 karat yang harganya sama. Ini juga termasuk riba, karena ukurannya berbeda.

Bisnis-bisnis yang Mengandung Riba

Di era kontemporer ini praktik riba semakin luas, berkembang, dan mudah untuk dijumpai. Adapun bisnis-bisnis yang di dalamnya memiliki potensi mengandung riba di antaranya adalah pegadaian, Kredit Pemilikan Rumah (KPR), pinjaman ke bank (terkhusus ke bank konvensional), transaksi jual-beli, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), kartu kredit, serta memberi hadiah dalam pembayaran utang (Sumber: Mentalkaya.com).

Adapun contohnya praktik riba di pegadaian. Seseorang menggadaikan surat berharga atau barang berupa surat tanah, Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), atau yang lainnya. Pihak pegadaian biasanya menambahkan biaya administrasi dan bunga yang wajib dibayarkan ketika menebus barang tersebut kembali. Inilah yang dimaksud dengan contoh riba.

Contoh selanjutnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) termasuk salah satu contoh riba. Sebab seseorang wajib untuk mencicil angsuran berdasarkan harga rumah dan bunganya disertai tambahan biaya administrasi di setiap bulannya. Begitu juga dengan transaksi bisnis lainnya, ketika di dalamnya dikenakan bunga atau biaya tambahan di luar biaya pokok dan biaya administrasi, maka itu termasuk riba. Termasuk juga peminjam memberi hadiah tatkala melakukan pembayaran utang. Hal tersebut bisa dikategorikan riba, sebab mengambil manfaat dari utang. Terkecuali, apabila di antara mereka berdua (peminjam dan pemberi pinjaman) sudah terbiasa saling memberikan hadiah sebelumnya, sehingga pemberian hadiah tersebut bukan disebabkan alasan utang-piutang.

Kemudian, bisnis yang sedang marak terjadi hari ini adalah “pinjaman online (pinjol)”. Pinjaman online tersebut ada yang sifatnya legal dan ada juga yang ilegal. Tidak sedikit masyarakat yang meminjam uang melalui pinjol tersebut. Padahal bunga pinjaman yang dibebankan kepada debitur tidak sedikit. Mayoritas yang menjadi mangsa dari pinjol adalah masyarakat yang perekonomiannya menengah ke bawah. Mengapa mereka mau untuk melakukan pinjaman secara online? Di antara alasannya adalah pinjol lebih mudah syaratnya dan lebih cepat cairnya dibandingkan dengan pinjam ke lembaga-lembaga ekonomi yang legal. Cukup dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan tanpa jaminan uang pinjaman dapat diterima.

Pinjaman online (pinjol) yang ilegal marak hadir di tengah masyarakat yang sedang mengalami keterdesakan ekonomi. Masa pandemi Covid-19 banyak melibas berbagai sektor perekonomian masyarakat, sehingga mereka harus mencari cara dengan cepat untuk mendapatkan modal dan biaya untuk bertahan hidup. Solusi yang didapatkan adalah meminjam sejumlah uang dari penyedia jasa layanan pinjol, tanpa memperdulikan apakah penyedia jasa pinjol tersebut legal atau ilegal, apakah aman atau tidak aman, apakah termasuk perkara riba atau tidak, serta apakah kelak mampu membayar utang-utang tersebut atau tidak.

Banyak kasus masyarakat mengalami gagal bayar karena bunga yang mencekik dan tidak masuk akal. Dalam proses penagihan pun, mereka sering menerima teror, intimidasi, dan berbagai ancaman penuh dengan caci-maki yang berdatangan melalui telepon, pesan singkat, dan pesan WhatsApp. Bahkan, ada pula keluarga yang hingga memutuskan untuk menutup rapat rumahnya dan mengurung diri karena tak kuasa menghadapi teror-teror itu (Sumber: Kompas.com). Lebih mengkhawatirkan, ketika ada seseorang rela mengakhiri hidupnya hanya untuk menghindari dan melepaskan dirinya dari dari para penagih utang pinjol tersebut.

Hadis-hadis tentang Implikasi Riba dalam Kehidupan

Sejak empat belas abad yang lalu, Rasulullah saw telah memberikan himbauan kepada umatnya untuk menjauhi riba dan telah menjelaskan dampak negatif (bahaya) riba terhadap kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Namun, banyak di antara kaum Muslimin belum mengetahui himbauan Rasulullah saw terkait dengan riba. Mereka menyangka riba adalah perbuatan yang normal dan lazim terjadi di masyarakat, sehingga para ustaz, ‘alim, muballig, dan siapa pun yang mengetahui bahaya dan dampak riba senantiasa menyampaikan dan mensosialisasikan himbauan tersebut kepada masyarakat kaum Muslimin. Tentu, dengan cara yang makruf dan lemah-lembut. Adapun himbauan dan penjelasan Rasulullah saw terkait dengan implikasi riba terhadap kehidupan adalah sebagai berikut:

Pertama, pelaku riba akan mendapatkan dosa dan dosa riba yang paling ringan adalah seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri. Dari ‘Abdullah, Rasulullah saw bersabda:

الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا

Riba itu ada 73 pintu.” (HR. Ibnu Majah, no. 2275)

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda:

الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

Riba itu ada tujuh puluh dosa. Yang paling ringan adalah seperti seseorang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Ibnu Majah, no. 2274)

Dalam riwayat al-Hakim disebutkan:

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ

Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim no. 2259).

Kedua, memakan harta hasil riba lebih parah dari 33 kali berzina. Jeleknya perbuatan riba disebutkan oleh seorang tabi’in yang bernama Ka’ab al-Ahbar, seorang mantan pendeta Yahudi yang paham akan kitab-kitab Yahudi, bahkan bisa mengetahui secara umum mana bagian yang sahih dan batil dari kitab tersebut (Aż-Żahabi, Siyar A’lām An-Nubāla’, 1981). Ka’ab ra. menyatakan:

لأَنْ أَزْنِىَ ثَلاَثاً وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ آكُلَ دِرْهَمَ رِباً يَعْلَمُ اللَّهُ أَنِّى أَكَلْتُهُ حِينَ أَكَلْتُهُ رِباً

“Aku berzina sebanyak 33 kali lebih aku suka daripada memakan satu dirham riba yang Allah tahu aku memakannya ketika aku memakan riba.” (HR. Ahmad, 5: 225. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Ketiga, masyarakat pelaku riba berhak mendapat azab dari Allah swt. Jika riba sudah merajalela di masyarakat, maka masyarakat tersebut layak untuk mendapatkan azab. Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka menghendaki dan layak untuk mendapatkan azab dari Allah swt. Dari Ibnu ‘Abbas ra. Rasulullah saw bersabda:

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

Apabila telah marak perzinaan dan praktik ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diazab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim no. 2261)

Keempat, doa orang pemakan riba sulit terkabul. Dalam hadis Abu Hurairah ra. Nabi saw menceritakan, “Ada seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya menjadi kusut dan berdebu. Lalu, orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa:

يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim, no. 1014)

Kelima, tubuh (jasmani) yang tumbuh dari harta yang haram kelak berhak untuk disentuh api neraka. Suatu waktu Ka’ab pernah dinasihati oleh Rasulullah saw:

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. at-Tirmidzi, no. 614).

Penyelesaian dan penanganan riba ini tidaklah mudah. Cara terbaik untuk menyelesaikannya tidak cukup hanya dengan menyampaikan ancaman dan bahaya riba terhadap kehidupan, tetapi diperlukan juga ada lembaga-lembaga dan jasa-jasa yang berbasis syari’ah yang siap untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan modal bisnis atau pendanaan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang membutuhan. Lembaga dan jasa pelayanan tersebut murni berprinsip ta’awun (tolong-menolong) tidak ada unsur untuk meraih laba sedikit pun dari memberikan pinjaman (utang) kepada masyarakat.

Penutup

Demikianlah penjabaran singkat terkait dengan riba. Dimulai dari definisi, jenis-jenis dan contoh-contohnya dalam kehidupan, serta hadis-hadis mengenai implikasi (ancaman dan bahaya) riba terhadap kehidupan. Di antara cara untuk mengatasi riba selain dengan menyampaikan hadis-hadis di atas, perlu juga memberikan himbauan kepada masyarakat agar meminjam modal (uang) ke lembaga-lembaga keuangan syari’ah, seperti bank syari’ah dan koperasi syari’ah, sehingga sedikit demi sedikit praktik riba bisa berkurang.

Daftar Pustaka

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya: Pustaka Progressif. 1997), hlm. 469.

Departemen Agama RI. Yasmina al-Qur’an & Terjemah. Bandung: PT. Sygma Examedia. 2009.

Hammād, Nazih. Mu’jam al-Musṭalahat al-Māliyyah wa al-Iqtiṣād fi Lughah al-Fuqahā. (Jeddah: Dār al-Basyīr. 2008), hlm. 219.

Sābiq, as-Sayyid. Fiqḥ as-Sunnah. (Kairo: Dar al-Hadis. 2004), hlm. 929.

Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqḥ al-Islam wa Adilatuhu. (Damaskus: Dar al-Fikr. 1985) IV: 668.

Syaikhu, dkk. Fikih Muamalah (Memahami Konsep dan Dialektika Kontemporer). (Yogyakarta: K-Media, 2020), hlm. 84.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Bulug al-Maram min Adillah al-Ahkam. Saudi: Dar al-Qibas li an-Nasyr wa at-Tauzi’. 2014.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ibnu Katsir. 2002.

Al-Qusyairi, Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj. Sahih Muslim. Riyadh: Dar Thayyibah li an-Nasyr wa at-Tauzi’. 2006.

Ibnu Majah, al-Hafiz Abu Abdillah al-Qazwaini. Sunan Ibnu Majah. t.t.t: Dar ihya al-Kutub al-Arabiyyah. t.t.

An-Nasa’i, Abdurrahman. Sunan an-Nasa-i. Riyadh: Darul-hadharah lin-nasyri wat-tauzi‘. 2015.

An-Naisaburi, al-Hakim. Al-Mustadrak ‘ala aṣ-Ṣahihain. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah. 2002.

Aż-Żahabi. Siyar A’lām an-Nubāla. Beirut: Mu’assasah ar-Risālah. 1981.

https://www.mentalkaya.com/contoh-riba-dalam-kehidupan-sehari-hari/. Diakses pada Senin, 29 November 2021 pukul 21.30.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/11/28/110500765/ciri-pinjol-ilegal-dan-tips-transaksi-amannya- . Diakses pada Selasa, 30 November 2021 pukul 12.30.

Oleh: Ahmad Farhan Juliawansyah (Mahasiswa Ilmu Hadis UAD Angkatan 2018)