HUKUM MENUNDA PEMBAYARAN UTANG BAGI ORANG YANG MEMILIKI HARTA DAN FENOMENA PENGALIHAN UTANG

Umat manusia dalam bersosialisasi pada dasarnya selalu menginginkan hubungan yang baik dan penuh manfaat. Dalam islam hal ini biasa disebut dengan muamalah yang merupakan aturan atau hukum Allah SWT yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia. muamalah berasal dari bahasa arab yaitu “al-Mu’aamalah” artinya saling bertindak, saling berbuat, saling beramal. Idris Ahmad mendefenisikan muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahannya mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. Sedangkan menurut Muhammad Yusuf Musa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. jadi muamalah adalah praturan hukum Allah yang ditujukan untuk mengatur urusan kehidupan manusia yang berkaitan dengan duniawi dan sosial kemasyarakata. Jenis-jenis muamalah sangat banyak dibagi oleh para ulama salah satunya yang dibahas oleh penulis adalah kesempatan ini ialah yang berkaitan dengan fenomena utang-piutang dikalangan masyarakat.

Utang-piutang secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai (uang) yang dipinjam dari dan yang dipinjamkan kepada orang lain. Utang-piutang di Indonesia seringkali disebut pinjaman meminjam. Jadi utang-piutang adalah suatu akad (pinjam) di mana seseorang memberikan sesuatu (baik berupa uang maupun barang) kepada orang lain dengan ketentuan bahwa orang tersebut akan membayar kembali dengan nilai yang sama setelah mempunyai kemampuan untuk itu. Dasar hukum utang-piutang termasuk akad “Tabarru” (suka rela) yaitu tanpa imbalan. Akad ini semata untuk saling menolong sesama ummat manusia yang membutuhkan dan sekaligus sarana untuk takarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Perkara ini juga merupakan suatu anjuran dari Rasulullah yang banyak disinggung dalam hadis. salah satunya ialah riwayat Ibnu Majah: Tidaklah seorang Muslim memberi pinjaman kepada Muslim lain dua kali, kecuali seperti dengan bersedekah satu kali.”

Memberikan pinjaman atau utang merupakan perbuatan terpuji, karena dengan demikian mampu meringankan beban orang lain. banyak juga hadis rasulullah yang mengungkapkan keutamaan-keutamaan memberikan pinjaman. Akan tetapi di sisi lain bagi orang yang meminjam atau berutang memiliki tanggungan yang wajib ia tunaikan. Ancaman bagi yang tidak melunasi utangnya juga sangat besar hingga dikategorikan sebagai perbuatan dosa jika tidak dapat melunasi utangnya. Rasullullah ketika menshalatkan jenazah, terlebih dahulu menanyakan utang jenasah tersebut. Jika memiliki utang terkdang Rasullah enggan menshalatkannya terkecuali jika ada yang ingin menanggung utang orang tersebut setelahnya. Ini menandakan berutang bukanlah suatu hal yang mesti untuk disepelehkan.

Fenomena-fonomena utang piutang dikalangan masyarakat sangat banyak. Salah satunya yang penulis angkat kali ini adalah dimana seseorang yang berutang namun memiliki harta tapi masih menunda-nunda pembayaran utangnnya. Ini merupakan perbuatan sepeleh akan tetapi termasuk perkara yang besar dalam agama. begitu pula dengan fenomena pengalihan tanggungan utang kepada orang lain, dimana seseorang yang memiliki utang memindahkan utangnya kepada orang yang telah berutang padanya. Maka persoalan di atas dapat dikembalikan dalam persoalan muamalah. Kita dapat kembali merujuk kepada penjelasan para ulama dalam menjelaskan hadis-hadis Rasulullah yang berkaitan pada persoalan ini, yakni pada hadis riwayat Bukhari:

            عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، وَمَنْ أُتْبِعَ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “membayar utang bagi orang kaya adalah kezhaliman dan apabila seorang dari kalian utangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.”

Imam Nawawi menjelaskan dalam Minhaj Syarah Muslim bahwa Imam al-Qadhi mengatakan: kata Mathlu (menunda pembayaran) maksudnya enggan melunasi utang yang telah ditentukan. Maka menunda pelunasan utang bagi orang kaya atau memiliki harta untuk melunasi utangnya adalah kezhaliman yang dilarang. Sementara penguluran waktu pembayaran bagi orang yang tidak berkecukupan bukanlah suatu kezhaliman dan tidak dilarang. Berdasarkan makna yang dipahami hadis tersebut

bahwa hal tersebut dapat dimaklumi. Said Yai bin Imanul Huda dari hadis ini menjelaskan bahwa berutang diperbolehkan. Akan tetapi orang yang berutang harus benar-benar meniatkan untuk mengembalikan utang tersebut, karena jika memiliki harta tetapi enggan membayarnya maka hal tersebut termasuk kezhaliman terhadap orang yang mengutanginya. Maksud kezhaliman pada hadis di atas adalah dosa.

Adapun persoalan pengalihan utang pada dasarnya dari hadis di atas merupan suatu hal yang diperbolehkan, bahkan bagi orang yang dialihkan dianjurkan untuk menerima jika ia seorang yang kaya. Imam Nawa menjelaskan hadis di atas “apabila seorang dari kalian utangnya dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti.Maksudnya adalah hendaklah orang yang kaya menerima pengalihan itu. Dalam suatu perkataan dikatakan “aku meminta pertolongan seseorang dalam hakku.” Kata serupa juga dalam firman Allah:

          ثُمَّ لَا تَجِدُواْ لَكُمۡ عَلَيۡنَا بِهِۦ تَبِيعا

 Artinya: “kemudian kamu tidak akan mendapatkan seseorang penolong pun dalam menghadapi siksaan kami” (QS. Al-Israa’: 69)

Menurut mayoritas ulama, jika pengalihan utang dialihkan kepada orang yang berkecukupan maka pihak yang dialihkan dianjurkan untuk menerimanya. Sebagian ulama mengatakan hal itu mubah atau boleh bukan anjuran. Sebagian pula mengatakan hukumnya wajib berdasarkan perintah yang jelas dalam hadis di atas.

Ibnu Hajar al-Aqalani menjelaskan hadis yang semakna dengan hadis ini pada bab tentang Hawalah dalam kitab Fath al-Bari bahwa memang terkadang orang yang dialihkan utang kepadanya lebih muda melunasi utang tersebut kepada orang yang berutang. Maka sikap pemberi utang yang menerima pengalihan utang telah menolong orang yang berutang dengan cara menghindarkannya dari perbuatan zhalim. Akan tetapi terkadang pula orang yang dialihkan utang dalam keadaan bangkrut atau pailit, maka pemberi utang boleh menagih kembali orang yang mengalihkan utang tersebut. Al-Hakim mengatakan bahwa pemberi utang tidak berhak menagih kepada orang yang berutang kecuali apabila orang yang dialihkan utang kepadanya meninggal dunia. Menurut Imam Abu Hanifah, pemberi utang boleh menagih kembali kepada orang yang

berutang secara mutlak apabila orang yang dialihkan utang kepadanya mengalami pailit, baik dia masih hidup maupun meninggal dunia. Imam Malik juga mengatakan demikian bahwa tidak boleh mengih utang kepada yang dialihkan apabila sedang dalam keadaan pailit.

Pada kesimpulannya, utang-piutang merupakan hal yang diperbolehkan dan termasuk pada akad Tabarru (suka rela). Akan tetapi permasalahan seperti menunda pembayaran utang bagi seseorang yang memiki harta atau kemampuan untuk melunasinya merupakan kezhaliman. Sebagian ulama mengatakan hal itu adalah dosa dan sebagian lain mengatakan itu perbuatan fasiq. Adapun pengalihan utang juga merupakan suatu hal yang mubah atau bahkan menjadi anjuran bagi orang yang memiliki harta atau kemampuan. Terkecuali jika orang yang dialihkan utang telah pailit atau meninggal dunia, maka jumhur ulama membolehkan secara mutlak kembali menagih kepada orang yang berutang.

Daftar Pustaka

Dr. rachmad Syafe’i. 2021.  Fiqih Muamalah. Cetakan 4. Bandung. Putaka Setia.

Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Dar risalah al-Alamiyah. (3/500) no 2431

Muchlis, Wardi. 1995. Utang Piutang. Al-Qalam. Hlm 44

An-Nawawi. Al-Minhaj Syarah muslim (Terjemahan). Darus Sunnah. Jakarta. Jilid 7 hlm 702.

Said Yai bin Imanul Huda. 2017. Mudah menghafal serratus hadis. Darus Sunnah. Jakarta. Hlm 134.

al-Atsqalani, Ibnu Hajar. Fathul bari bi Syarh Shahih al-Bukhari. Dar Thaibiyah. Jilid 6 hlm 6.

Ibnu Hajar al-Atsqalani. Fathul bari bi Syarh Shahih al-Bukhari. Jilid 6 hlm 6.

Oleh: Yahya Muhaimin Nur (Mahasiswa Ilmu Hadis UAD Angkatan 2019)