FENOMENA BULLYING DALAM MASYARAKAT SOSIAL MEDIA DAN HADIS-HADIS YANG MELARANGNYA

  • Pendahuluan

Telah diketahui bersama bahwa Islam sebagai sebuah ajaran yang bersifat universal, memiliki aturan-aturan tersendiri yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aturan mengenai hubungan manusia dengan Allah (‘ubūdiyyah) maupun hubungan manusia dengan manusia (mu’āmalah). Dalam aturan mu’āmalah disinggung mengenai al-Ahwāl al-Syakhṣiyyah, yaitu sebuah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban individu di dalam hubungan keluarga dan masyarakat atau dalam istilah lain disebut dengan hukum perdata. Salah satu pembahasan dalam al-Ahwāl al-Syakhṣiyyah adalah pembahasan mengenai persoalan krusial yang mudah menimbulkan konflik antara satu manusia dengan manusia lain, yaitu penghinaan. Penghinaan yang dimaksud di sini bisa berupa penghinaan verbal, seperti lisan atau tulisan ataupun non-verbal seperti bahasa tubuh, gerak badan, dan semisalnya.

Berbicara mengenai penghinaan, jika melihat kondisi era modern ini, ada sebuah penelitian menarik pada tahun 2020, ketika Microsoft merilis “Indeks Keberadaban Digital” atau “Digital Civility Index” yang menunjukkan tingkat keberadaban pengguna internet di berbagai belahan dunia. Hasilnya cukup memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa tingkat keberadaban (civility) netizen Indonesia sangat rendah. Laporan yang didasarkan atas survei pada 16.000 responden di 32 negara antara April-Mei 2020 itu menunjukkan Indonesia ada di peringkat 29.[1] Padahal jika melihat jumlah populasi masyarakat pengguna internet tersebut diisi oleh mayoritas para anak muda, yang seharusnya memiliki sifat positif sebagai pelanjut estafet kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang.

Survei itu mendapati 47 persen yang disurvei pernah terlibat dalam bullying di dunia maya, 19 persen bahkan mengatakan pernah menjadi sasaran bullying. Kelompok yang paling terpapar bullying di internet adalah generasi Z atau yang lahir antara tahun 1997-2010 (47 persen), kelompok milenial atau yang lahir antara tahun 1981-1996 (54 persen), generasi X atau yang lahir antara tahun 1965-1980 (39 persen) dan kelompok baby-boomers atau yang lahir antara tahun 1945-1964 (18 persen). Contoh tersebut menunjukkan betapa kondisi masyarakat sosial media Indonesia pada saat ini berada pada masalah besar. Walaupun tidak semua perilaku masyarakat sosial media Indonesia pada zaman ini menyimpang, tapi tidak sedikit dari mereka mereka yang demikian.

  • Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dalam Islam

Islam telah mengatur perihal bermu’āmalah antara sesama manusia dengan sebaik mungkin, termasuk di dalamnya ketika berkomunikasi antara sesama manusia. Misalnya prinsip umum dalam QS. al-Baqarah (2): 83.

… وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا…

“…serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia…

Ibn Kaṡir menjelaskan dalam tafsirnya: “Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan baik dan lemah lembut; termasuk dalam hal ini amar ma’ruf dan nahi munkar dengan cara yang ma’ruf”. Jika melihat teks ayat, memang ayat tersebut ditunjukkan kepada Bani Israil, akan tetapi syariat tersebut juga berlaku untuk pemeluk agama Islam karena hal ini dikuatkan oleh hadis Nabi saw, diantaranya adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ… إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ

Artinya: Dari Abu Hurairah ra dia berkata Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Taqwa itu ada di sini (Rasulullah saw menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya... Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau).” (HR Muslim No 4650)

Imam Nawawi menjelaskan makna hadis tersebut secara detail, diantara penjelasan beliau adalah:

 معنى الرواية الأولى أن الأعمال الظاهرة لا يحصل بها التقوى ، وإنما تحصل بما يقع في القلب من عظمة الله تعالى وخشيته ومراقبته

Artinya: “Bahwasanya amal-amal yang zohir (tampak) itu belum tentu mengantarkan kepada taqwa, akan tetapi apa yang terdapat dalam hatilah yang mengantarkan kepada taqwa dengan keagungan Allah dan sifat takut serta muroqobah kepada-Nya

Berdasarkan pemahaman terhadap teks hadis dan penjelasan Imam Nawawi di atas, maka dapat kita pahami, bahwa prinsip dalam bermu’āmalah adalah tetap harus mengedapankan adab antara satu dengan yang lain, termasuk di dalamnya adalah berkomunikasi. Serta tidak mudah melempar dengki dengan mencaci atau menghina orang lain hanya karena kekurangan yang nampak pada diri manusia lain, baik itu di dunia nyata dan khususnya di sosial media. Karena dalam beberapa kasus, sebagian manusia lemah fisiknya, tapi kuat iman

dalam hatinya, seperti sahabat Nabi saw bernama Abdullah ibn Mas’ud. Oleh karena itu hendaknya bagi seorang muslim untuk menghindari menghina manusia lain, karena tidak ada yang mengetahui persis isi hati manusia selain Allah swt. Bisa saja dalam ilmu Allah orang yang dibully itu lebih mulia derajatnya.

  • Fakta Bullying di Sosial Media dan Penyebabnya

Jika ditelaah mengenai tingkat keberadaban pengguna internet Indonesia yang rendah sebagaimana disebutkan di atas, diantara sebab merosotnya adab dalam berkomunikasi pada masyarakat sosial media itu tidak terlepas dari dampak globalisasi yang membawa arus pemikiran yang cukup mengkhawatirkan. Kolonialisme di zaman sekarang bukan lagi menggunakan kekuatan senjata, tetapi menggunakan kekuatan fikiran.  Semakin sering seseorang berinteraksi dengan hal negatif di internet maka akan semakin besar pula kemungkinan orang tersebut memberi feedback yang negatif.

Menurut al-Jahizh dalam kitabnya berjudul Tahżīb Al-Akhlāq, dalam mendidik akhlak demi menghindari akhlak tercela (dalam konteks ini seperti menghina) itu hendaknya seorang muslim:

Pertama, seorang muslim hendaknya menjaga dirinya dari aib (akhlak tercela), dalam konteks ini salah satunya adalah menghina orang lain. Namun kenyataannya pada era sosial media ini dapat dilihat bahwa di satu sisi masyarakat sosial media ingin privasinya tetap terjaga. Namun di sisi lain sebagian dari mereka banyak mengekspos dan terekspos (menyaksikan, bergaul, menyebarkan)  dirinya dalam akhlak tercela atau mudah terpengaruh kepada hal-hal tercela.

Kedua, hendaknya seorang muslim selalu menempatkan dirinya dalam lingkungan yang baik agar dapat selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Namun, kenyataannya dapat ditemui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan para pemuda muslim sulit menjaga diri dari aib  adalah, karena tidak berada dalam lingkungan yang baik (good circle) baik itu di dunia nyata atau sosial media, sehingga tidak dapat berlomba-lomba dalam kebaikan. Mengenai lingkungan ini, ada fenomena yang baru dalam sosial media, yaitu fenomena algoritma Filter Buble dan Echo Chamber. Filter buble adalah sebuah algoritma yang memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan konten serupa sesuai dengan perilakunya ketika menggunakan layanan internet dan web. Contoh perilaku tersebut adalah dengan menyukai sebuah postingan, share, comment, klik link tertentu, hingga history pencarian pengguna. Maka dari hal tersebut ia akan mendapatkan konten serupa berdasarkan klik, like, dan commentnya.

Sebenarnya algoritma ini terdengar biasa saja dan tidak berbahaya, bahkan cenderung membantu pengguna dalam mencari dan menemukan konten yang mereka sukai di internet. Sayangnya, algoritma semacam ini justru dapat mengisolasi penggunanya terhadap berita yang terjadi diluar gelembung informasi yang mereka miliki,

sehingga pada akhirnya, justru algoritma ini tidak dapat membuat penggunanya berkembang atau mengetahui informasi yang lebih luas karena algoritma sistem pencari maupun platform sosial media yang mereka gunakan secara “tidak terlihat” memblok informasi yang mereka justru butuhkan. Perumpamaannya seperti terjebak di dalam balon, dan tidak dapat mengakses info di luar balon tersebut.

Ketiga, hendaknya seorang muslim selalu melatih dirinya untuk berbuat baik (akhlak terpuji) sampai perbuatan tersebut menjadi kebiasaan yang senantiasa dilakukan secara spontan tanpa berpikir. Namun jika kita kontestualisasikan teori Al-Jahizh di atas dengan masyarakat sosial media saat ini, maka tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit masyarakat sosial media yang sudah terekspos (menyaksikan, bergaul, menyebarkan) dari akhlak tercela sehingga ia tidak dapat menjaga diri atau menghindarinya, bahkan mudah terpengaruh dengan akhlak tercela tersebut. Akhirnya karena hal itu dilakukan secara intens, masyarakat sosial media itu malah terbiasa dengan akhlak tercela tersebut dibanding terbiasa dengan akhlak mulia. Hal ini didukung oleh pribahasa popular, yaitu “bisa karena terbiasa”. Pada akhirnya karena tebiasa dengan hal-hal itu akhirnya menjadi terinternalisasi dalam banyak diri masyarakat sosial media dan menjadi akhlak bagi mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, jika hal ini tidak segera di antisipasi oleh para pionir masyarakat sosial media, bukanlah hal yang tidak mungkin bahwa Indonesia akan tetap berada dalam urutan 29 dari 32 negara yang diuji keberadaban digitalnya, bahkan jika tidak segera diminimalisir mungkin beberapa tahun ke depan bisa lebih buruk lagi. Oleh karena itu penyuluhan terkait adab bersosial media hendaknya sering dilakukan oleh siapa saja yang memilki otoritas, termasuk masyarakat sipil di dalamnya. Adapun langkah awal untuk mengantisipasinya adalah dengan melakukan tiga cara menurut al-Jahizh sebagaimana sudah disebutkan di atas.

  • Hadis-Hadis Pilihan tentang Larangan Menghina Orang Lain

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya; “Wahai kafir” maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (HR Al-Bukhari Nomor 5638)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina.” (HR Muslim Nomor 4650).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ أَوْ قَالَ لِجَارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga dia mencintai untuk saudaranya, atau dia mengatakan, ‘untuk tetangganya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Muslim Nomor 64)

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Abdullah bin ‘Umar ra mengabarkannya bahwa Rasulullah saw bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat“. (HR Al-Bukhari Nomor 2262)

  • Penutup

Fenomena bullying atau menghina antara satu sama lain yang banyak terjadi di masyarakat sosial media hendaknya dijauhi oleh seluruh kaum muslimin tanpa terkecuali. Karena itu bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan sunnah. Tidak perlu mengambil tugas Allah dalam menilai manusia. Sebagai sesama manusia cukuplah untuk saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, bukan menghina atau merendahkan. Jika hal ini dilakukan dengan sadar, maka ini berpengaruh terhadap kualitas tauhid sosialnya, bahwasanya ketika seseorang sedang menghina orang lain, secara tidak sadar ia sedang merendahkan ciptaan Allah yang sebaik-baiknya, dan merasa dirinya lebih baik dari yang dihina. Padahal, semua manusia adalah sama di mata Allah swt, adapun pembeda antara satu manusia dengan manusia lain hanyalah terletak pada takwanya, dan yang berhak menilai kualitas takwa hanya Allah swt. Jika hal ini dilakukan, maka berdasarkan hadis yang sudah disebutkan di atas bisa dimaknai masuk ke dalam kategori orang yang tidak beriman. Na’uzu billah min zalik.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Al-Azhariy, H. a.-K.-S. (2009). Al-Anwār Al-Muhammadiyyah Syarh al-‘Arbaīn An-Nawawiyyah. Husein: Dar Al-Manār.

Al-Jāhizh, A. U. (1989). Tahżīb Al-Akhlāq. Tanta: Dar Ash-Shaḥābah Li At-Turāṡ.

An-Nawawiy, A. Ż. (1392 H). Syarh An-Nawawiy ‘ala Shaḥīḥ Muslim. Beirut: Dar Ihyā Turāṡ al-‘Arabiy.

Kaṡir, I. A.-F. (2008). Tafsir al-Qurān al-‘Aẓīm. Kairo: Dār Ibn Jauziy.

Muhammadiyah, S. (2014). Kerapuhan Ideologi Kaum Muda. Yogyakarta: PT. Gramasurya.

Virani Wulandari, d. (2021). Pengaruh Algoritma Filter Bubble dan Echo Chamber terhadap Perilaku Penggunaan Internet. -: Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol. 17 No. 1.

Oleh: Wayan Bagus Prastyo (Mahasiswa PUTM Ilmu Hadis UAD Angkatan 2018)

Fenomena Fitur Close Friend: Bagaimana Privasi Perspektif Islam?

Saat ini kita telah berada di era industri 4.0 yang serba maju dalam perkembangan inovasi di berbagai bidang, khususnya bidang teknologi. Teknologi  berpengaruh besar dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai media informasi dan komunikasi. Teknologi juga membawa dampak yang besar dalam kehidupan sosial di masyarakat baik secara positif maupun negatif.

Salah satu produk perkembangan teknologi yang kita gunakaan saat ini adalah sosial media. Sosial media menghadirkan banyak fitur menarik bagi para penggunanya, seperti halnya platform intagram. Dilansir dari databoks, Indonesia menempati urutan ke-empat sebagai pengguna instagram terbanyak di dunia. Hingga Juli 2021, pengguna instagram di Indonesia berjumlah sebesar 91,77 juta pengguna.

Instagram memberikan kebebasan kepada penggunanya untuk membentuk lingkaran koneksinya sendiri. Sikap selektif para pengguna dalam membentuk koneksi tersebut berbeda-beda, namun pihak pengelola instagram memberikan solusi alternatif melalui fitur close friend yang sudah dirilis sejak 2018 lalu. Close friend merupakan sebuah fitur instagram yang dimana para penggunanya dapat menambahkan beberapa orang terdekat untuk bisa melihat secara khusus unggahan pribadi pemilik akun. Sehingga dapat dikatakan unggahan tersebut bersifat rahasia dari orang lain yang tidak ditambahkan. Fitur close friend ini juga membuat seseorang merasa lebih leluasa dalam membagikan sesuatu yang bersifat pribadi, karena pemilik akun merasa terjamin dari adanya kebocoran privasi yang mungkin saja akan terjadi.

Terkadang fitur close friend disalahgunakan sebagai tempat penyebar aib diri bahkan aib orang lain. Dalam beberapa bulan terakhir banyak ditemui kasus kebocoran unggahan pribadi dari fitur close friend yang akhirnya menjadi buah bibir khalayak ramai. Seperti kasus yang menimpa selebgram baru-baru ini, ketika unggahan mengenai aib keluarganya tersebar melalui salah satu pengguna yang terdaftar dalam fitur close friend tersebut. Hingga akhirnya ramai diperbincangkan di segala media massa. Dari kasus tersebut mengajarkan kita bahwa fitur close friend tidak sepenuhnya menjadi tempat teraman dalam berbagi kisah privasi. Pasalnya, orang-orang terdaftar dalam fitur close friend tersebut tidak semuanya dapat dipercaya sekalipun dia orang yang kita percayai. Sehingga hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah kesadaran dalam menjaga sebuah privasi itu penting?

Prinsip Privasi dalam Islam

Allah telah mengatur segala konsep bermuamalah dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk batasan-batasan privasi setiap individu. Privasi merupakan suatu hal yang penting dan melekat bagi setiap orang. Adapun yang termasuk ruang lingkup dalam privasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu fisik dan non-fisik. Privasi secara fisik adalah batasan-batasan dalam menjaga aurat, baik itu ke sesama jenis maupun lawan jenis. Adapun privasi secara non-fisik adalah batasan-batasan mengenai sesuatu, seperti halnya kehidupan pribadi seseorang. Dalam ranah pembahasan ini, kita berfokus pada privasi secara non-fisik.

Mengenai privasi, Mu’tamir bin Sulaiman pernah mendengarkan ayahnya bercerita dari Annas bin Malik yang berkata:

أَسَرَّ إِلَيَّ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرًّا فَمَا أَخْبَرْتُ بِهِ أَحَدًا بَعْدُ وَلَقَدْ سَأَلَتْنِي عَنْهُ أُمُّ سُلَيْمٍ فَمَا أَخْبَرْتُهَا بِهِ

Artinya: “Rasulullah menyampaikan suatu perkara rahasia kepadaku hingga setelah itu aku tidak menceritakannya kepada siapapun. Dan sungguh Ummu Sulaim pun bertanya tentang rahasia tersebut, namun aku tidak juga mau menceritakannya.” (HR. Muslim).

Hadits di atas secara induktif menjelaskan mengenai perintah menjaga rahasia dari orang lain meskipun orang tersebut sangat dekat dengan kita. Rahasia dapat dikatakan adalah hal-hal yang privasi. Jika kita memiliki rahasia, maka kewajiban kita adalah menjaganya sebaik mungkin. Sesuatu yang bersifat rahasia jika diumbar kepada orang lain maka akan menjadi boomerang yang tidak baik bagi diri kita sendiri. Dalam Islam, menjaga rahasia artinya menjaga amanah. Amanah adalah kewajiban dalam menjaga kepercayaan yang telah diberikan, baik yang bersifat materi maupun non-materi. Dari pengertian tersebut tersirat bahwa amanah tidak dapat dipisahkan dari dua hal yang saling terikat, yaitu hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan dengan manusia (hablum minannas). Oleh karenanya, amanah menjadi salah satu indikator keimanan seseorang sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW:

لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ وَلاَ دِينَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

Artinya: “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama orang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad).

Hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya amanah dalam segala perbuatan hingga menjadikan amanah sebagai indikator kesempurnaan iman seorang hamba. Fenomena buruk yang terjadi di lapangan saat ini mengafirmasi akan rendahnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap amanah yang diberikan, baik amanah terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain. Kita perlu menyadari bahwa amanah merupakan nilai penting dalam ajaran islam. Di dalam nilai amanah terkandung banyak muatan moral yang dapat menjadi tameng dalam segala perbuatan yang dilakukan. Sehingga implementasi nilai amanah dari pemaparan sebelumnya dalam bersosial media merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus kita upayakan.

Jaga Aib, Jaga Diri

Islam memiliki banyak nilai-nilai penting yang terkandung dalam aspek kehidupan bermasyarakat. Di dalamnya mengatur tentang bagaimana etika-etika dalam berhubungan terhadap sesama yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT memberikan feed back pada segala amalan yang diperintahkan, bahkan Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW untuk menjaga kedamaian di muka bumi ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Anbiya ayat 107:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْن

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Secara singkat menurut tafsir Kementrian Agama RI, tujuan Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam agar terciptanya kedamaian. Islam membawa kedamaian yang lahir dari perintah serta pengamalan yang benar. Salah satu hal yang dapat merobohkan kedamaian tersebut adalah mengumbar aib. Mengumbar aib akan memperluas perpecahan dan menimbulkan keburukan-keburukan lain yang mengikutinya. Sehingga Rasulullah SAW memerintahkan untuk menjaga aib diri sendiri dan orang lain sebaik mungkin. Sebagaimana dalam sabdanya yang berbunyi:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ اَلدُّنْيَا، نَفَّسَ اَللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اَلْقِيَامَةِ ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اَللَّهُ عَلَيْهِ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ اَلْعَبْدِ مَا كَانَ اَلْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Artinya: “Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; barangsiapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan Akhirat; dan Allah selalu akan menolong hambanya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

Sejatinya manusia tidak luput dari kesalahan dan keburukan. Hanya saja Allah SWT yang menutupi segala aibnya hingga tidak tampak di hadapan sesama. Oleh karena itu, hadits di atas menurut Syaikh ‘Abdullah bin Shalih al-Fauzan dalam kitab Minhah al-‘Allam fi Syarh Bulugh al-Maram berisi tentang perintah untuk menutupi aib seorang muslim, karena seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Sebab jika kita menjaga aib diri sendiri maupun orang lain, sama halnya seperti menjaga aib diri kita sendiri.

Mari Merefleksikan Diri!

Dalam kehidupan bermuamalah di masyarakat pada masa ini, banyak sekali kontribusi sosial yang dihadirkan melalui sosial media namun menimbulkan salah persepsi serta munculnya permasalahan baru. Kemunculan sosial media memberikan banyak warna dalam kehidupan manusia, tetapi banyak hal yang salah namun dianggap tak masalah karena sudah menjadi kebiasaan umum yang kerap disaksikan dalam keseharian. Masih banyak yang bertanya-tanya mengenai seberapa pentingnya kesadaran privasi dalam bersosial media. Kehadiran dalil al-qur’an maupun hadits di tengah-tengah kehidupan sosial tidak semata-mata hanya perintah Allah dan Rasul-Nya untuk dikerjakan, melainkan juga menjadi sumber acuan yang dapat menjawab problematika masyarakat. Sehingga dari pemaparan beberapa dalil di atas, dapat kita ambil kesimpulan untuk menjawab pertanyaan sebelumnya bahwa kesadaran dalam menjaga sebuah privasi itu penting. Kita harus menyadari bahwa privasi merupakan sesuatu yang dihormati dan dijaga keberadaannya. Dalam islam sendiri, menjaga privasi sama halnya seperti menjaga amanah. Amanah merupakan kriteria utama yang harus dimiliki seorang muslim. Dengan adanya kriteria tersebut yang tertanam dalam diri, maka diri kita akan terhindar dari segala hal yang dapat mengusik kebaikan.

Islam juga telah mengatur sedemikian rupa tentang etika-etika dalam bersosialisasi antar sesama yang dapat kita terapkan dalam bersosial media, yaitu dengan menjaga kedamaian seperti menegakkan perintah Allah seutuhnya. Salah satu upaya dalam menjaga kedamaian tersebut adalah dengan tidak mengumbar aib diri sendiri serta aib orang lain. Karena seorang muslim yang satu dengan muslim lainnya ibarat satu badan. Jika ada satu bagian yang sakit maka semuanya akan merasa sakit. Sehingga semaksimal mungkin kita saling menjaga satu sama lain, saling mengingatkan jika ada salah, dan saling menguatkan jika ada yang lemah agar tetap berada pada koridor-Nya.

Kiranya semua diantara kita memiliki kesadaran akan hal tersebut, namun secara realita masih banyak sekali dijumpai lemahnya praktik akan kesadaran menjaga privasi di sosial media. Karena manusia memanglah tempatnya salah dan lupa. Batasan dalam bersosialisasi harus terus dipublikasi mengingat makin banyaknya pengguna yang merasa memiliki kebebasan dalam berekspresi terkait hal-hal yang bersifat privasi. Jika dibiarkan, hal ini akan terus menjadi permasalahan umum seolah-olah para pengguna telah kehilangan sensitivitas antar sesama.

Hemat penulis, sebagai pegiat sosial media kita diharapkan mampu lebih bijak dalam mengunggah sesuatu yang bersifat privasi. Terkadang banyak hal yang ingin kita bagikan kepada orang lain, namun kita tidak bisa menjamin apakah orang lain mampu menerima informasi sesuai dengan apa yang kita inginkan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Halim, A., Zulheldi., & Sobhan. (2019). Karakteristik Pemegang Amanah dalam Al-Qur’an. Mashdar: Jurnal Studi al-Qur’an dan Hadits , 1, 185-197.

Al-Bukhari. Shahih al-Bukhari. (Muhammad bin Ismail, Penerj.) CD ROM Lidwa Pustaka.

Al-Fauzan, S. (1432 H). Minhah al-‘Allam fii Syarh Bulugh al-Maram. Saudi: Dar Ibnu al-Jauzi.

An-Nawawi, I. (2013). Al-Minhaj Syarhu Sohihi Muslim ibn al-Hijaj. Jakarta: Darus Sunnah.

Hanbal, Imam Ahmad. (1995). al-Musnad. Kairo: Dar al-Hadits.

Mohd Azul Mohamad Salleh, M. Y. (2017). Awareness and Knowledge of Safety and Privacy Through Social Media Among Youth. E-Bangi: Journal of Social Sciences and Humanitie , 12, 1-15.

RI, Kementrian Agama. (2010). Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jakarta: Lentera Abadi.

Databoks. Data Pengguna Instagram Indonesia. Diakses pada November 22, 2021, dari https://databoks.katadata.co.id/

 

Oleh: Alya Azzahra Salsabila (Mahasiswi Ilmu Hadis UAD Angkatan 2020)

Halaqoh Ilmiah VI Divisi LITBANG HMPS Ilmu Hadis: Mewaspadai Hadis Lemah dan Palsu yang Populer

Yogyakarta – Divisi LITBANG Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis (HMPS ILHA UAD), telah mengadakan kegiatan Halaqah Ilmiah VI kemarin malam (9/12)  dengan mengusung tema “Bedah Hadis Lemah dan Palsu yang Populer di Masyarakat”. Halaqah Ilmiah yang merupakan salah satu kajian rutin Divisi Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) HMPS Ilmu Hadis ini dilaksanakan sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya khazanah dan wawasan keilmuan hadis bagi mahasiswa dalam menghadapi pemahaman keliru hadis lemah dan palsu yang terlanjur menjamur di kalangan masyarakat Indonesia dan kerap mengundang polemik.

Pada kesempatan ini, Divisi LITBANG HMPS ILHA UAD mengundang Ustaz Saprul Matojir (Mahasiswa Ilmu Hadis Angkatan 2018) sebagai narasumbernya. Adapun, kajian ilmiah ini diselenggarakan melalui ruang virtual G. Meet dengan Iffah Ramadhanti Ena sebagai moderator.

Di sela penjelasan substansialnya terhadap hadis lemah dan palsu, Ustaz Saprul Matojir mengutip pemaknaan Ibnu Hibban terhadap hadis ‘ballighuu annii walau āyah‘ yang dimaknai salah karena dipahami setengah-tengah. ‘Sampaikanlah dariku, meskipun hanya satu ayat saja’. Karenanya, muncul kebiasaan orang-orang untuk mendisorientasi makna hadis tanpa melihat kalimat setelahnya, contohnya dalam perintah untuk menyampaikan (mematuhi perintah ballighuu Rasulullah) di atas tanpa menghiraukan kalimat setelahnya, yakni ‘annii atau dariku (dari Nabi SAW) yang secara tidak langsung mendistorsi makna autentikasi tekstual hadis tersebut.

Ustadz Saprul Matojir juga menyampaikan secara ringkas mengenai sejarah munculnya hadis palsu. Hematnya, kemunculan hadis palsu ini terjadi karena berita simpang siur atas wafatnya khalifah Utsman bin Affan r.a. kala itu ,ditambah lagi dengan menyeruaknya gelombang fanatisme kelompok tertentu pasca wafatnya Khalifah. Sehingga, membuat hadis palsu sebagai tameng penguat pendapat untuk dikemukakan (menarik simpatisan) ini jauh lebih penting dan wajar, selain karena tidak mendapati dalil Al-Quran maupun hadis.

Di samping penjelasan tentang 18 hadis palsu populer yang begitu menarik, pembahasan hadis lemah kali ini tak kalah atraktif, para peserta kajian virtual dibekali pengetahuan untuk mengenali ciri-ciri hadis lemah yang secara garis besar nampak berselisih dengan dalil Al-Quran maupun dengan hadis shahih, juga dengan fakta sejarah. Selain itu, hadis palsu juga dianggap bertentangan dengan ushul akidah Islam dan berseberangan dengan akal sehat.

Di penghujung kajian ilmiah ini, nampak antusiasme peserta dalam bertanya dan berdiskusi. Setelah sesi tanya jawab berakhir, moderator menutup acara dengan khidmat dan mengucap hamdalah bersama-sama.

 

Reporter dan Editor: Salma Amatulloh

Penyunting: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Perhelatan Semarak MUMTASH VI Prodi Ilmu Hadis Berlangsung Meriah

Yogyakarta (4/12) – Grand Opening MUMTASH VI Program Studi Ilmu Hadis berlangsung dengan khidmat. Bertempat di Prima Futsal, panitia dan peserta lomba futsal mengikuti alur pembukaan Semarak MUMTASH VI dengan semangat kebersamaan. Meskipun dalam keadaan mendung, para peserta nampak begitu antusias dan terselip wajah ramah berseri.

Sambutan diawali dengan sepatah kata oleh Naufal Abdul Azis selaku Ketua HMPS Ilmu Hadis, dilanjutkan dengan sambutan Luthfiah Firdaris sebagai ketua panitia Semarak MUMTASH VI Ilmu Hadis 2021 sekaligus menyerahkan tonggak pertandingan futsal Semarak MUMTASH VI 2021 secara simbolis kepada salah satu wasit dari UKM Sepakbola UAD.

Acara yang diprakasai oleh divisi Sumber Daya Mahasiswa HMPS Ilmu Hadis UAD ini diadakan selama dua hari berturut-turut, yaitu pada hari Sabtu dan Ahad. Adapun babak penyisihan Lomba Futsal Semarak MUMTASH VI ini dihelat pada hari Sabtu. Babak penyisihan yang diikuti oleh delapan tim utusan program studi di Fakultas Agama Islam UAD ini nantinya akan meladeni beberapa babak hingga terdapat empat tim yang terpilih pada babak semi final nanti.

Kali ini, Program Studi Ilmu Hadis mendelegasikan dua tim unggulannya; Newbie FC dan Moemtaz FC. Tak mau kalah, tiga program studi lainnya juga telah menyiapkan amunisi terbaiknya. Dari Prodi Perbankan Syariah tercatat mengutus dua tim; Tim Genesis FC A dan Tim Genesis FC B, dari Prodi Bahasa dan Sastra Arab; Tim BSA 1 dan Tim BSA 2, tak lupa Prodi Pendidikan Agama Islam; Tim PAI 20 dan Tim Squad PAI UAD.

Nampak babak penyisihan Lomba Futsal Semarak MUMTASH VI diiringi dengan alur permainan yang begitu intens, kedelapan tim sama-sama saling “ngotot” dalam hal menyerang hingga menyisakan empat tim kokoh yang berhasil lolos ke babak semi final, mereka adalah Tim Newbie FC (ILHA), Tim PAI 20 (PAI), Tim BSA (BSA), dan Tim Squad PAI UAD (PAI).

Babak final Lomba Futsal Semarak MUMTASH VI Prodi Ilmu Hadis dilaksanakan keesokan harinya (hari Ahad) yang harus ditemani dengan dinginnya suasana hujan. Akan tetapi, semangat para finalis berhasil mengalahkan cuaca kala itu. Pertandingan kembali berjalan seru sejak awal peluit ditiupkan dan berakhir dengan kemenangan Tim Squad PAI UAD (juara 1) diikuti dengan Tim PAI 20 (juara 2) dan Tim Newbie FC (juara 3).

Reporter: Rikha Rahim Fatmala

Penyunting: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Kominfo HMPS Ilmu Hadis 2021/2022

“Sesuaikan Antara Cita-Cita di Masa Depan dengan Tindakan di Masa Sekarang”

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Q.S. Asy-Syura: 30)

Setiap manusia pasti menginginkan hal yang terbaik bagi dirinya di masa yang akan datang. Dalam konteks sebagai seorang mukmin yang beriman kepada Allah Swt. tentu saja ingin yang terbaik di dunia dan akhirat. Untuk mencapai keinginan atau cita-cita tersebut manusia harus menyusun rencana yang sebaik-baiknya, berusaha maksimal, berdoa tanpa pernah henti, dan terakhir pasrah kepada ketetapan Allah Swt.

Berbicara mengenai cita-cita di masa depan, ada salah satu kaidah populer yang mengatakan bahwa “Apa yang kita tanam kelak itulah yang akan kita petik”, hal ini juga senada dengan firman Allah Swt di atas.

Kita ambil contoh dari sebuah peristiwa ketika seorang ayah bersama anaknya yang menemui Khalifah ‘Umar ibn Khathab, dalam pertemuan itu si ayah mengadu kepada sang khalifah bahwa anaknya ini sangat tidak patuh dan durhaka kepadanya. “Apa benar yang disampaikan ayahmu kepadaku? bahwa engkau mendurhakainya?,” tanya sang Khalifah kepada sang anak.

“Benar wahai Khalifah, wahai Khalifah, saya telah durhaka kepadanya, wahai Khalifah, apakah hanya anak yang memiliki kewajiban untuk tidak mendurakai orang tuanya?, apakah orang tua tidak memiliki kewajiban kepada anaknya?,” tanya sang anak kembali kepada Khalifah. Kemudian Khalifah menjawab “Tidak wahai anak muda.” Khalifah Umar menyambung jawabannya “Orang tua setidaknya memiliki tiga kewajiban kepada anak yang harus ia penuhi. Pertama, hendaknya seorang ayah mencarikan ibu yang baik untuk anaknya. Kedua, hendaknya orang tua itu menamaimu dengan nama yang baik. Ketiga, hendaknya orang tua itu mengajarkanmu Al-Qur’an dan agama Islam,” tegas Umar.

Mendengar jawaban Umar, lalu anak itu berkata “Jika itu hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua, ketahuilah wahai Khalifah, Sesungguhnya aku tidak mendapatkan satupun dari yang telah engkau sebutkan tadi. Yang pertama, ibuku adalah seorang budak yang dibeli ayahku di pasar. Yang kedua, mereka menamaiku dengan nama yang buruk. Yang ketiga, aku tidak pernah sekalipun diajarkannya Al-Qur’an. Bahkan ayahku pun tidak paham ilmu Al-Qur’an dan ilmu agama Islam.”

Setelah mendengar penjelasan si anak, Khalifah Umar r.a. berkata kepada ayahnya “Aku telah mendengar aduanmu dan penjelasan anakmu, sesungguhnya yang bersalah dan yang harus dihukum adalah engkau. Karena sebagai ayah, kau tidak memberikan hak anakmu.”

Dari untaian kisah di atas, sudah dapat kita pastikan bahwa kaidah “Apa yang kita tanam, kelak itulah yang akan kita petik” adalah hukum yang sudah terbukti dan apa adanya. Dalam kisah itu, kita memetik pelajaran bahwa, jika seorang orang tua mencita-citakan anaknya menjadi anak yang baik, patuh, sholeh, pintar, dan lain-lain. Orang tua wajib menanamkan poin-poin tersebut kepada sang anak sejak dini. Jika tidak, jangan harap sang anak akan menjadi seperti apa yang dicita-citakan. Jika diri sang anak berkeinginan menjadi anak yang baik dan sholeh, ajarkan kepadanya tentang agama Islam sejak dini.

Jika ingin anaknya menjadi anak yang pintar, bimbing dan selalu dukunglah ia ketika belajar, dan sebagainya. Karena kita harus menyesuaikan antara cita-cita kita di masa depan dengan tindakan kita di masa sekarang. Mengapa demikian?, karena tindakan kita saat ini akan berperan penuh dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Kita di masa ini adalah tindakan kita di masa lalu, dan kita di masa depan adalah tindakan kita di masa sekarang. Hal ini sesuai firman Allah Swt.: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian dari kejahatan) itu untuk dirimu sendiri” (Q.S. al-Isra:7)

Mulailah Menanam Kebaikan-kebaikan!

Sebagaimana sudah disinggung di atas bahwa sebagai seorang mukmin yang beriman kepada Allah Swt., tentu saja cita-cita kita adalah ingin mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, untuk mencapai cita-cita itu, hal pertama yang hendaknya kita lakukan adalah menanam kebaikan. Allah Swt. berfirman:

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS An-Nahl:128)

Kebaikan itu sebaik namanya. Orang-orang yang pertama kali akan merasakan manfaat dari kebaikan adalah mereka yang melakukannya. Dalam kutipan ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa Allah akan berserta dengan orang-orang bertakwa dan orang-orang yang berbuat baik.

Adapun contoh kecil dari sifat-sifat baik yang dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya dengan ramah terhadap sesama, saling tolong-menolong dalam kebaikan, membudayakan anak untuk suka membaca, anak muda hormat terhadap yang lebih tua, yang lebih tua mengayomi anak muda, dan sebagainya. Insyaallah jika ini yang kita lakukan, kelak kebaikan yang akan datang kepada kita, baik itu di dunia ataupun di akhirat. Rasulullah saw. bersabda “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (H.R. Ahmad).

Lakukanlah dengan Ikhlas!

Sebagai penutup, setelah kita memiliki cita-cita yang terbaik di dunia dan akhirat, dan memulainya dengan menanam kebaikan-kebaikan, maka jangan lupa saat beramal kebaikan, iringilah dengan niat ikhlas karena Allah Swt.

Memaknai kata “Ikhlas” dalam segi bahasa, ikhlas berarti bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap rida Allah semata dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya. Maka orang yang ikhlas dalam berbuat baik adalah orang yang niat tulus melakukan kebaikannya demi Allah semata. Tidak dicampuri sedikitpun sifat riya.

Oleh karena itu, mari kita berlindung kepada Allah dari perbuatan yang dapat mengugurkan amalan ini. Juga selalu senantiasa menebarkan kebaikan tersebut dengan rasa ikhlas. Karena, agar kita benar-benar mendapatkan manfaat yang kita berikan kepada orang lain, kita harus ikhlas, karena ikhlas adalah salah satu kunci diterimanya amalan kita.

Kemudian, menyandarkan segala sesuatu kepada Allah, bukan kepada ciptaan-Nya. Agar kita tak merasa kecewa ketika dikecewakan, tidak merasa marah jika ada yang menyakiti, dan tidak merasa iri jika orang lain mendapat lebih banyak rezeki. Adapun salah satu ciri dari orang yang ikhlas dalam beramal adalah senang dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik saat sendiri atau sedang bersama orang banyak, baik ada pujian atau celaan. Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis: Wayan Bagus Prastyo (Mahasiswa Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan)

Editor: Irvan Chaniago

Penyunting: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Kominfo HMPS Ilmu Hadis 2021/ 2022

Tebar Senyum Berkah PM HMPS ILHA UAD: Menebar Kebaikan pada Sesama

Yogyakarta (30/10) – Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis (PM HMPS ILHA) Universitas Ahmad Dahlan berhasil mengadakan kegiatan “Tebar Senyum Berkah” (TSB). Pada kegiatan kali ini, volunteer atau sukarelawan “Tebar Senyum Berkah” membagikan lima buah paket sembako berupa bahan pokok makanan yang akan diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu. Pembagian lima paket sembako ini akan dibagikan di daerah Sewon, Bantul, Yogyakarta. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan bisa sedikit memberikan bantuan kepada masyarakat yang kekurangan.

Dengan titik kumpul di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, volunteer Tebar Senyum Berkah bersama-sama berangkat menuju lokasi target yang telah ditentukan. Salah satu targetnya yaitu seorang ibu yang merupakan seorang janda. Beliau membuka jasa , beliau mengungkapkan rasa syukur atas bantuan yang diberikan. Sang ibu juga mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa UAD yang telah membuat program Tebar Senyum Berkah (TSB) ini.

Meskipun hujan sempat turun, kegiatan TSB ini berjalan dengan baik dan lancar tanpa mengurangi semangat para volunteer untuk tetap melanjutkan kegiatan tersebut.

TSB#2

Hari Ahad (28/11 )Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis (PM HMPS ILHA) Universitas Ahmad Dahlan kembali melakukan kegiatan serupa dengan membagikan 58 nasi kotak kepada masyarakat yang membutuhkan, seperti pemulung, tukang ojek, yang lainnya. Nasi kotak tersebut dibagikan kepada masyarakat di sekitar Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta.

“Alhamdulillah, 50-an nasi kotak dapat kita kemas dan akan segera kita salurkan kepada yang membutuhkan”, ujar Rikha Rahim selaku sekretaris kegiatan TSB ini.

Meskipun kegiatan ini kembali dibersamai hujan, para volunteer tetap bersemangat dan antusias untuk melanjutkan kegiatan tersebut.

Acara dilanjutkan dengan berkumpul di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan. Para volunteer berkumpul untuk mengevaluasi program yang telah berhasil dilaksanakan sekaligus membahas acara yang akan dilakukan berikutnya.

Reporter: PM HMPS Ilmu Hadis UAD

Penyunting: Salma Amatulloh

Kominfo HMPS ILHA 2021/2022

Bangga: Mahasiswa Ilmu Hadis UAD Tembus Seleksi Nasional Penerima Beasiswa Cendekia BAZNAS Dalam Negeri

Yogyakarta- Mahasiswa Ilmu Hadis UAD kembali mengukir prestasi, hal ini dibuktikan dengan lolosnya Anggy Aulia mahasiswa Ilmu Hadis angkatan 2019 FAI UAD dalam seleksi nasional penerima beasiswa dari Badan Amil Zakat Nasional yang diadakan serentak pada tahun 2021 ini.

Anggy Aulia yang lahir di ranah Serambi Mekkah ini merupakan seorang aktivis yang acap kali bergerak di berbagai bidang ekstrakurikuler maupun kokurikuler, sebut saja dalam bidang kesenian Islam. Kesenian Islam yang kerap kali Anggy tonjolkan dalam berkarya adalah seni kaligrafi yang juga dikenal dengan dekorasi mural interior Islam.

Dengan passion yang dimilikinya tersebut, Anggy mencoba kesempatan untuk mengikuti seleksi nasional penerima beasiswa cendekia BAZNAS dalam negeri. Berbagai tahapan dan persiapan berkas disiapkan guna menyokong pundi-pundi keberhasilan lolos pada seleksi nasional tersebut. Asa yang didampingi doa menjadi senjata Anggy untuk meraih beasiswa tersebut.

Anggy bukanlah satu-satunya mahasiswa Fakultas Agama Islam UAD yang mengikuti seleksi tersebut. Beasiswa Cendekia BAZNAS merupakan beasiswa persembahkan BAZNAS yang bertujuan untuk mendukung talenta-talenta muda profesional demi lahirnya maslahat umat. Adapun dalam pelaksanaannya, seleksi ini dilakukan secara serentak pada 101 kampus nasional yang bermitra dengan BAZNAS. Alhasil, banyak pelamar yang mengikuti seleksi nasional ini.

Berdasarkan surat edaran BAZNAS bertanggal 16 November 2021 diputuskan bahwa Anggy Aulia berhasil lolos sebagai penerima beasiswa cendekia BAZNAS dalam negeri. Nantinya, beasiswa ini akan membantu para penerimanya dalam segi pendanaan hingga akhir masa studi. Selain daripada bantuan dana, terdapat mentor dan mahasiswa koordinator setiap kampus yang akan mendukung para penerima mahasiswa dalam mengembangkan bisnis serta usaha yang sedang dirintis.

Selain itu, Anggy Aulia yang lolos sebagai penerima beasiswa cendekia BAZNAS juga merupakan seorang studentpreneur; sesuai dengan salah satu kriteria persyaratan dalam pengajuan beasiswa tersebut. “Alhamdulillah seneng banget masha Allah. Jujur dari semester 1 masuk di UAD udah mengincar beasiswa ini. Mengingat nggak banyak beasiswa yang bisa di akses sama anak FAI kalo udah on-going karena prodi kita dan 3 prodi lainnya di bawah kemenag, sedang yang lain di bawah kemendikbud. Sedang ini bisa diikuti oleh semuanya,” tuturnya.

Sebagai mahasiswa Ilmu Hadis FAI UAD, tidak ada salahnya untuk memulai berwirausaha dan berjuang demi maslahat umat dari sekarang. Selain membawa berkah, berwirausaha dapat meningkatkan kemampuan untuk mengimplementasikan pendidikan dan pengajaran Islam dalam bermuamalah di tengah masyarakat.

Repoter: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Penyunting: Salma Amatulloh

Kominfo HMPS ILHA 2021/ 2022

Prodi Ilmu Hadis UAD dan IQT UNIDA GONTOR Berkolaborasi Dalam Simposium Lintas Prodi

Yogyakarta (23/10) – Program Studi Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan menggelar simposium bertajuk Dialog Lintas Prodi dalam Kaca Quran dan Hadis. Simposium ini diselenggarakan sebagai pelekat silaturahmi antara Program Studi Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan dengan Program Studi Ilmu Quran dan Tafsir Universitas Darussalam Gontor, simposium ini sekaligus sebagai kolaborasi pra-legal formal dengan harapan hubungan antara UAD dan UNIDA dapat disahkan secara sah dalam bentuk MoU dan atau MoA ke depannya.

Diawali dengan lantunan ayat suci al-Qur`an oleh Ahmad Sholihin (Mahasiswa Ilmu Hadis Angkatan 2019), simposium ini dilanjutkan dengan sambutan Naufal Abdul Azis sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis.

Meskipun kunjungan kedua UNIDA ke UAD kali ini hanya dapat dilakukan dalam ruang virtual, hal itu sama sekali tidak menghalangi semaraknya acara dan antusias peserta dari kedua belah pihak. Dalam sambutannya Ustadz Jannatul Husna, Ph.D selaku Kaprodi Ilmu Hadis UAD berpesan, “Selamat bersimposium, mudah-mudahan mendapat kebermanfaatan di dalamnya.”

Ustadz Fadly Rahman Akbar, M. Us selaku Kaprodi IQT UNIDA juga menyampaikan sambutan yang tak kalah luar biasa yakni, “Ilmu Hadis merupakan komponen dan materi penting bagi kami (IQT UNIDA), terima kasih banyak wa jazaakumullah khairan.”

Acara inti berlangsung dengan sangat meriah. Abdul Haqqi sebagai presentator dari Prodi Ilmu Hadis UAD menyampaikan materi mengenai Kajian Hadis di Indonesia; Syekh Al Tarmasi sebagai pelopor Ilmu Hadis di Indonesia. Materi yang padat dan sarat makna yang dibawakan oleh Abdul Haqqi pun berhasil menyita perhatian seluruh peserta yang hadir di ruang virtual zoom pagi hari ini.

Tidak berhenti di sana, presentator kedua dari IQT UNIDA juga membawakan materi yang tak kalah menarik dengan judul Worldview Islam yang disampaikan oleh Nurmillati Hanifah. Acara dilanjutkan dengan tanya jawab dan diskusi lintas prodi dengan masing-masing dua penanya dari kedua belah pihak. Sesi tanya jawab disusul dengan sesi foto bersama sebagai tanda berakhirnya acara simposium hari ini.

Repoter: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Penyunting: Salma Amatulloh

Kominfo HMPS ILHA 2021/ 2022

Prodi Ilmu Hadis UAD Sukses Gelar Kuliah Umum Pengkajian Hadis

Yogyakarta— Program Studi Ilmu Hadis UAD sukses menggelar Kuliah Umum Ilmu Hadis bertajuk “Kajian Hadis Menurut Ulama Mazhab dan Ormas Islam” pagi hari tadi. (16/10)

Kuliah Umum Ilmu Hadis yang diselenggarakan rutin ini bertujuan untuk meningkatakan kualitas intelektual mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis dalam memahami dan mendalami studi hadis, baik dalam makna eksplisit maupun implisit.

Kuliah Umum Ilmu Hadis yang dipandu oleh Abdul Haqqi dan Rika Andriana ini langsung mendapatkan sambutan hangat dari para peserta yang hadir dalam ruang virtual zoom.

Kuliah umum hari ini diawali dengan lantunan kalam Ilahi oleh Nurfitriningish (Mahasiswi Ilmu Hadis angkatan 20) dan dilanjutkan dengan sambutan Jannatul Husna, Ph.D selaku Kaprodi Ilmu Hadis UAD, acara inipun berlangsung dengan khidmat. Menuju acara inti, suksesi acara inipun dilanjutkan oleh Rahmadi Wibowo (Kabid AIK LPSI UAD) selaku penyelia dalam diskusi Kuliah Umum Ilmu Hadis hari ini.

Kuliah umum ini menghadirkan dua narasumber yang merupakan tokoh ahli dalam pengkajian hadis bermazhab dan organisasi ke-Islaman (Muhammadiyah), ada Dr. M. Khafidz Soroni (Kepala Unit INHAD-KUIS Malaysia) yang mana beliau adalah narasumber inti (keynote speaker). Beliau mampu menabur benih rasa penasaran para peserta virtual untuk mulai mengkaji dan mengklasifikasi hadis yang terafiliasi oleh mazhab tertentu, seperti dalam mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i dalam tradisi pengkajian hadis.

Adapun narasumber kedua yaitu Dr. Nur Kholis, M.Ag (Dekan Fakultas Agama Islam UAD) pun juga berhasil menggelitik rasa penasaran peserta terkait tradisi pengkajian hadis dalam organisasi Islam seperti Muhammadiyah; mengenai metodenya, serta bentuk produk yang dihasilkan dari pengkajian hadis di dalamnya.

“Setiap orang pasti mempunyai kelebihannya masing-masing. Yang diharapkan dari pada para pelajar dan mahasiswa adalah untuk lebih memahami, menguasai, dan mendalami hadis dengan sebaik mungkin,” tutur Dr M. Khafidz Soroni sebagai pesan dan nasehat sebelum berakhirnya acara.

Di akhir sesi, peserta beserta tamu undangan melakukan foto bersama sekaligus menandakan bahwa Kuliah Umum Ilmu Hadis hari ini resmi berakhir.

 

Reporter: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Penyunting: Salma Amatulloh

Kominfo HMPS Ilha 2021/ 2022

Perdana: Webinar “Menuangkan Ide Dalam Tulisan” Sukses Digelar

Yogyakarta- Seminar bertajuk “Menuangkan Ide Dalam Menulis” yang diprakarsai oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan HMPS Ilmu Hadis berjalan baik dan mendapatkan respon positif dari para pegiat literasi.

Webinar ini dibuka dengan penampilan Qori Naufal Abdul Aziz, kemudian dilanjutkan dengan sambutan Abdul Haqqi sebagai panitia penyelenggara webinar literasi perdana Divisi Litbang HMPS Ilmu Hadis.

“Kemudian, webinar yang diadakan Divisi Litbang HMPS Ilmu Hadis ini akan dilaksanakan bertahap dan akan menghadirkan kejutan berbeda di setiap sesinya”, tutur Abdul Haqqi dalam sambutannya.

Dengan mengundang Fadhil Iqbal S.Ag sebagai narasumber kepenulisan, webinar kali ini berlangsung menarik dan begitu interaktif. Para peserta nampak menikmati wejangan materi disambi dengan tuturan kata motivasi kak Fadhil dalam meningkatkan semangat literasi mahasiswa Ilmu Hadis. Rika Andriana (moderator) juga sukses membuat para peserta bersemangat sepanjang sesi webinar kepenulisan ini.

Adapun, webinar perdana ini merupakan langkah awal baik Divisi Litbang HMPS Ilmu Hadis sebagai bentuk kontribusi profesionalnya dalam pengembangan minat dan bakat literasi di kalangan mahasiswa Ilmu Hadis khususnya.

Webinar ini pun diakhiri dengan penugasan serta diskusi ringan antara pemateri dan peserta webinar.

 

Reporter: Ahmad Amiruddin Priyatmaja

Penyunting: Salma Amatulloh

Kominfo HMPS Ilha 2021/ 2022