FENOMENA BULLYING DALAM MASYARAKAT SOSIAL MEDIA DAN HADIS-HADIS YANG MELARANGNYA

  • Pendahuluan

Telah diketahui bersama bahwa Islam sebagai sebuah ajaran yang bersifat universal, memiliki aturan-aturan tersendiri yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aturan mengenai hubungan manusia dengan Allah (‘ubūdiyyah) maupun hubungan manusia dengan manusia (mu’āmalah). Dalam aturan mu’āmalah disinggung mengenai al-Ahwāl al-Syakhṣiyyah, yaitu sebuah hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban individu di dalam hubungan keluarga dan masyarakat atau dalam istilah lain disebut dengan hukum perdata. Salah satu pembahasan dalam al-Ahwāl al-Syakhṣiyyah adalah pembahasan mengenai persoalan krusial yang mudah menimbulkan konflik antara satu manusia dengan manusia lain, yaitu penghinaan. Penghinaan yang dimaksud di sini bisa berupa penghinaan verbal, seperti lisan atau tulisan ataupun non-verbal seperti bahasa tubuh, gerak badan, dan semisalnya.

Berbicara mengenai penghinaan, jika melihat kondisi era modern ini, ada sebuah penelitian menarik pada tahun 2020, ketika Microsoft merilis “Indeks Keberadaban Digital” atau “Digital Civility Index” yang menunjukkan tingkat keberadaban pengguna internet di berbagai belahan dunia. Hasilnya cukup memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa tingkat keberadaban (civility) netizen Indonesia sangat rendah. Laporan yang didasarkan atas survei pada 16.000 responden di 32 negara antara April-Mei 2020 itu menunjukkan Indonesia ada di peringkat 29.[1] Padahal jika melihat jumlah populasi masyarakat pengguna internet tersebut diisi oleh mayoritas para anak muda, yang seharusnya memiliki sifat positif sebagai pelanjut estafet kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang.

Survei itu mendapati 47 persen yang disurvei pernah terlibat dalam bullying di dunia maya, 19 persen bahkan mengatakan pernah menjadi sasaran bullying. Kelompok yang paling terpapar bullying di internet adalah generasi Z atau yang lahir antara tahun 1997-2010 (47 persen), kelompok milenial atau yang lahir antara tahun 1981-1996 (54 persen), generasi X atau yang lahir antara tahun 1965-1980 (39 persen) dan kelompok baby-boomers atau yang lahir antara tahun 1945-1964 (18 persen). Contoh tersebut menunjukkan betapa kondisi masyarakat sosial media Indonesia pada saat ini berada pada masalah besar. Walaupun tidak semua perilaku masyarakat sosial media Indonesia pada zaman ini menyimpang, tapi tidak sedikit dari mereka mereka yang demikian.

  • Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dalam Islam

Islam telah mengatur perihal bermu’āmalah antara sesama manusia dengan sebaik mungkin, termasuk di dalamnya ketika berkomunikasi antara sesama manusia. Misalnya prinsip umum dalam QS. al-Baqarah (2): 83.

… وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا…

“…serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia…

Ibn Kaṡir menjelaskan dalam tafsirnya: “Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan baik dan lemah lembut; termasuk dalam hal ini amar ma’ruf dan nahi munkar dengan cara yang ma’ruf”. Jika melihat teks ayat, memang ayat tersebut ditunjukkan kepada Bani Israil, akan tetapi syariat tersebut juga berlaku untuk pemeluk agama Islam karena hal ini dikuatkan oleh hadis Nabi saw, diantaranya adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ… إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ

Artinya: Dari Abu Hurairah ra dia berkata Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Taqwa itu ada di sini (Rasulullah saw menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya... Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau).” (HR Muslim No 4650)

Imam Nawawi menjelaskan makna hadis tersebut secara detail, diantara penjelasan beliau adalah:

 معنى الرواية الأولى أن الأعمال الظاهرة لا يحصل بها التقوى ، وإنما تحصل بما يقع في القلب من عظمة الله تعالى وخشيته ومراقبته

Artinya: “Bahwasanya amal-amal yang zohir (tampak) itu belum tentu mengantarkan kepada taqwa, akan tetapi apa yang terdapat dalam hatilah yang mengantarkan kepada taqwa dengan keagungan Allah dan sifat takut serta muroqobah kepada-Nya

Berdasarkan pemahaman terhadap teks hadis dan penjelasan Imam Nawawi di atas, maka dapat kita pahami, bahwa prinsip dalam bermu’āmalah adalah tetap harus mengedapankan adab antara satu dengan yang lain, termasuk di dalamnya adalah berkomunikasi. Serta tidak mudah melempar dengki dengan mencaci atau menghina orang lain hanya karena kekurangan yang nampak pada diri manusia lain, baik itu di dunia nyata dan khususnya di sosial media. Karena dalam beberapa kasus, sebagian manusia lemah fisiknya, tapi kuat iman

dalam hatinya, seperti sahabat Nabi saw bernama Abdullah ibn Mas’ud. Oleh karena itu hendaknya bagi seorang muslim untuk menghindari menghina manusia lain, karena tidak ada yang mengetahui persis isi hati manusia selain Allah swt. Bisa saja dalam ilmu Allah orang yang dibully itu lebih mulia derajatnya.

  • Fakta Bullying di Sosial Media dan Penyebabnya

Jika ditelaah mengenai tingkat keberadaban pengguna internet Indonesia yang rendah sebagaimana disebutkan di atas, diantara sebab merosotnya adab dalam berkomunikasi pada masyarakat sosial media itu tidak terlepas dari dampak globalisasi yang membawa arus pemikiran yang cukup mengkhawatirkan. Kolonialisme di zaman sekarang bukan lagi menggunakan kekuatan senjata, tetapi menggunakan kekuatan fikiran.  Semakin sering seseorang berinteraksi dengan hal negatif di internet maka akan semakin besar pula kemungkinan orang tersebut memberi feedback yang negatif.

Menurut al-Jahizh dalam kitabnya berjudul Tahżīb Al-Akhlāq, dalam mendidik akhlak demi menghindari akhlak tercela (dalam konteks ini seperti menghina) itu hendaknya seorang muslim:

Pertama, seorang muslim hendaknya menjaga dirinya dari aib (akhlak tercela), dalam konteks ini salah satunya adalah menghina orang lain. Namun kenyataannya pada era sosial media ini dapat dilihat bahwa di satu sisi masyarakat sosial media ingin privasinya tetap terjaga. Namun di sisi lain sebagian dari mereka banyak mengekspos dan terekspos (menyaksikan, bergaul, menyebarkan)  dirinya dalam akhlak tercela atau mudah terpengaruh kepada hal-hal tercela.

Kedua, hendaknya seorang muslim selalu menempatkan dirinya dalam lingkungan yang baik agar dapat selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Namun, kenyataannya dapat ditemui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan para pemuda muslim sulit menjaga diri dari aib  adalah, karena tidak berada dalam lingkungan yang baik (good circle) baik itu di dunia nyata atau sosial media, sehingga tidak dapat berlomba-lomba dalam kebaikan. Mengenai lingkungan ini, ada fenomena yang baru dalam sosial media, yaitu fenomena algoritma Filter Buble dan Echo Chamber. Filter buble adalah sebuah algoritma yang memungkinkan penggunanya untuk mendapatkan konten serupa sesuai dengan perilakunya ketika menggunakan layanan internet dan web. Contoh perilaku tersebut adalah dengan menyukai sebuah postingan, share, comment, klik link tertentu, hingga history pencarian pengguna. Maka dari hal tersebut ia akan mendapatkan konten serupa berdasarkan klik, like, dan commentnya.

Sebenarnya algoritma ini terdengar biasa saja dan tidak berbahaya, bahkan cenderung membantu pengguna dalam mencari dan menemukan konten yang mereka sukai di internet. Sayangnya, algoritma semacam ini justru dapat mengisolasi penggunanya terhadap berita yang terjadi diluar gelembung informasi yang mereka miliki,

sehingga pada akhirnya, justru algoritma ini tidak dapat membuat penggunanya berkembang atau mengetahui informasi yang lebih luas karena algoritma sistem pencari maupun platform sosial media yang mereka gunakan secara “tidak terlihat” memblok informasi yang mereka justru butuhkan. Perumpamaannya seperti terjebak di dalam balon, dan tidak dapat mengakses info di luar balon tersebut.

Ketiga, hendaknya seorang muslim selalu melatih dirinya untuk berbuat baik (akhlak terpuji) sampai perbuatan tersebut menjadi kebiasaan yang senantiasa dilakukan secara spontan tanpa berpikir. Namun jika kita kontestualisasikan teori Al-Jahizh di atas dengan masyarakat sosial media saat ini, maka tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit masyarakat sosial media yang sudah terekspos (menyaksikan, bergaul, menyebarkan) dari akhlak tercela sehingga ia tidak dapat menjaga diri atau menghindarinya, bahkan mudah terpengaruh dengan akhlak tercela tersebut. Akhirnya karena hal itu dilakukan secara intens, masyarakat sosial media itu malah terbiasa dengan akhlak tercela tersebut dibanding terbiasa dengan akhlak mulia. Hal ini didukung oleh pribahasa popular, yaitu “bisa karena terbiasa”. Pada akhirnya karena tebiasa dengan hal-hal itu akhirnya menjadi terinternalisasi dalam banyak diri masyarakat sosial media dan menjadi akhlak bagi mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, jika hal ini tidak segera di antisipasi oleh para pionir masyarakat sosial media, bukanlah hal yang tidak mungkin bahwa Indonesia akan tetap berada dalam urutan 29 dari 32 negara yang diuji keberadaban digitalnya, bahkan jika tidak segera diminimalisir mungkin beberapa tahun ke depan bisa lebih buruk lagi. Oleh karena itu penyuluhan terkait adab bersosial media hendaknya sering dilakukan oleh siapa saja yang memilki otoritas, termasuk masyarakat sipil di dalamnya. Adapun langkah awal untuk mengantisipasinya adalah dengan melakukan tiga cara menurut al-Jahizh sebagaimana sudah disebutkan di atas.

  • Hadis-Hadis Pilihan tentang Larangan Menghina Orang Lain

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya; “Wahai kafir” maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (HR Al-Bukhari Nomor 5638)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina.” (HR Muslim Nomor 4650).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ أَوْ قَالَ لِجَارِهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga dia mencintai untuk saudaranya, atau dia mengatakan, ‘untuk tetangganya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR Muslim Nomor 64)

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Abdullah bin ‘Umar ra mengabarkannya bahwa Rasulullah saw bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat“. (HR Al-Bukhari Nomor 2262)

  • Penutup

Fenomena bullying atau menghina antara satu sama lain yang banyak terjadi di masyarakat sosial media hendaknya dijauhi oleh seluruh kaum muslimin tanpa terkecuali. Karena itu bertentangan dengan ajaran al-Qur’an dan sunnah. Tidak perlu mengambil tugas Allah dalam menilai manusia. Sebagai sesama manusia cukuplah untuk saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, bukan menghina atau merendahkan. Jika hal ini dilakukan dengan sadar, maka ini berpengaruh terhadap kualitas tauhid sosialnya, bahwasanya ketika seseorang sedang menghina orang lain, secara tidak sadar ia sedang merendahkan ciptaan Allah yang sebaik-baiknya, dan merasa dirinya lebih baik dari yang dihina. Padahal, semua manusia adalah sama di mata Allah swt, adapun pembeda antara satu manusia dengan manusia lain hanyalah terletak pada takwanya, dan yang berhak menilai kualitas takwa hanya Allah swt. Jika hal ini dilakukan, maka berdasarkan hadis yang sudah disebutkan di atas bisa dimaknai masuk ke dalam kategori orang yang tidak beriman. Na’uzu billah min zalik.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Al-Azhariy, H. a.-K.-S. (2009). Al-Anwār Al-Muhammadiyyah Syarh al-‘Arbaīn An-Nawawiyyah. Husein: Dar Al-Manār.

Al-Jāhizh, A. U. (1989). Tahżīb Al-Akhlāq. Tanta: Dar Ash-Shaḥābah Li At-Turāṡ.

An-Nawawiy, A. Ż. (1392 H). Syarh An-Nawawiy ‘ala Shaḥīḥ Muslim. Beirut: Dar Ihyā Turāṡ al-‘Arabiy.

Kaṡir, I. A.-F. (2008). Tafsir al-Qurān al-‘Aẓīm. Kairo: Dār Ibn Jauziy.

Muhammadiyah, S. (2014). Kerapuhan Ideologi Kaum Muda. Yogyakarta: PT. Gramasurya.

Virani Wulandari, d. (2021). Pengaruh Algoritma Filter Bubble dan Echo Chamber terhadap Perilaku Penggunaan Internet. -: Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Vol. 17 No. 1.

Oleh: Wayan Bagus Prastyo (Mahasiswa PUTM Ilmu Hadis UAD Angkatan 2018)